Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

REFERENDUM SKOTLANDIA: Efek Domino Bakal Terjadi di Eropa Juga Amerika?

Hari Ini, Kamis 18 September 2014 warga Skotlandia melakukan referendum untuk menentukan nasib negeri itu: Tetap berada dalam rengkuhan Inggris Raya atau tampil sebagai negara berdikari.
Ilustrasi/airtransat.ca
Ilustrasi/airtransat.ca

Bisnis.com, JAKARTA – Hari Ini, Kamis 18 September 2014 warga Skotlandia melakukan referendum untuk menentukan nasib negeri itu: Tetap berada dalam rengkuhan Inggris Raya atau tampil sebagai negara berdikari.

Selain pemerintahan dan warga Inggris yang ketar-ketir dengan hasil akhir referendum itu, Eropa pun turut dibuat kebat-kebit.

Mengutip AFP, Antara pada Minggu (14/9) memberitakan bahwa prospek kemerdekaan Skotlandia meningkatkan ketakutan di Eropa.

Eropa takut kasus Skotlandian memicu gerakan-gerakan pemisahan diri lainnya di benua biru itu.

Di Spanyol misalnya ada kelompok nasionalis dari Catalonia, di kawasan lain ada kubu Flanders yang mencermati referendum Skotlandia.

Jika Skotlandia lepas dari Inggris Raya, Brussel (kantor pusat Uni Eropa) mencemaskan kemungkinan anggota utama Uni Eropa seperti Inggris bakal terpecah.

Ketakutan akan efek domino dikabarkan menyebar hingga ke negara-negara anggota EU di bagian timur, tempat negara-negara Baltik mencemaskan Moskow bakal makin mendukung warga negara etnis Rusia menuntut hak lebih.

Sementara itu, EU pun diperkirakan akan kesulitan menerima Skotlandia sebagai negara baru.

"Situasinya sangat sulit bagi EU jika Skotlandia menjadi merdeka, sungguh," kata Pablo Calderon Martinez dari King's College London kepada kantor berita AFP.

EU telah memiliki banyak pengalaman antara lain mengatasi krisis ekonomi dan angka pengangguran tinggi, dan telah menyatakan dalam beberapa hari lalu bahwa pemungutan suara Skotlandia merupakan "urusan internal."

Tetapi Kepala Komisi Eropa Jose Manuel Barroso membuat sikap jelas pada 2012: setiap negara yang baru merdeka dari anggota EU tidak akan lagi menjadi bagian blok itu, dan harus mendaftar lagi menjadi anggota.

Barosso membuat sakit kaum nasionalis pada Februari ketika dia mengatakan akan sangat sulit bagi Skotlandia memperoleh keanggotaan otomatis, dibandingkan dengan Kosovo yang melepaskan diri dari Serbia.

Presiden Dewan Eropa Herman Van Rompuy, sementara itu, menyebut Catalonia pada Desember dengan menyatakan dia "yakin" Spanyol akan tetap "bersatu dan terpercaya." Van Rompuy adalah mantan perdana menteri Belgia. Negara itu terbagi dua antara bagian utara yang berbahasa Flemish dan selatan berbahasa Prancis.

Gerakan-gerakan kemerdekaan merupakan ancaman bagi negara-negara bangsa yang "mendanai kegiatan EU," kata Ontserrat Guibernau, guru besar politik di Queen Mary University, London.

Spanyol sangat menentang rencana-rencana Catalan untuk mengadakan pemungutan suara mengenai kemerdekaan, suatu kampanye yang mendapat dukungan hampir dua juta orang dengan aksi turun ke jalan-jalan Barcelona Kamis.

Kawasan Basque antara Spanyol dan Prancis juga masih sangat sensitif.

Paris dan Madrid menentang pecahnya Yugoslavia tahun 1990-an dan akan "menggunakan pengaruh apa pun yang mereka miliki di EU untuk membuat hidup sulit bagi Skotlandia mengajar satu pelajaran bagi Catalonia," kata Calderon-Martinez.

Negara-negara EU juga takut pengaruh internasional blok itu berisiko jika tak dapat tetap bersatu menghadapi tantangan-tantangan geopolitik yang sedang tumbuh.

Tak hanya Eropa, Amerika pun dibuat goyang dengan referendum Skotlandia.

Di Teksas, Amerika Serikat, semangat Skotlandia untuk terpisah dari Inggris Raya mendorong munculnya semangat “para koboi” untuk memisahkan diri dari Amerika Serikat.

Ketua Gerakan Nasionalis Teksas Daniel Miller, yang menginginkan badan legislatif negara bagian itu membahas masalah pemisahan lewat pemungutan suara, mengatakan referendum yang diselenggarakan pada 18 September di Skotlandia merupakan isyarat baik bagi gerakannya.

"Jika Skotlandia dapat melakukannya, begitu juga Teksas," kata Miller.

Negara bagian penghasil minyak dan ternak itu akan menjadi kekuatan ekonomi ke-12 terbesar di dunia, lebih besar daripada Meksiko atau Spanyol, ujar Miller, yang organisasinya telah mengkampanyekan pemisahan sejak akhir tahun 1990-an.

Miller mengatakan referendum Skotlandia telah meningkatkan minat dalam gerakan Teksas dan fakta bahwa Teksas yang merdeka akan kehilangan institusi-institusi besar federal seperti NASA dan pangkalan-pangkalan militer tidak menjadikan kekhawatiran bagi dirinya.

"Menang atau kalah, referendum Skotlandia merupakan sumber inspirasi dan informasi mengenai apa yang terjadi di sini di Teksas," kata Miller.

Sekitar 20 persen dari pemberi suara di Teksas mengatakan mereka akan mendukung pemisahan dikarenakan pemilihan kembali Presiden Barack Obama, dan 67 persen menentang, menurut survei Public Policy Polling Januari 2013.

Negara bagian itu berpenduduk 27 juta orang.

Apa yang akan terjadi di Skotlandia, dan jika kemudian menjadi bola salju pemisahan diri sejumlah wilayah dari negara di Eropa dan Amerika Serikat, pada dasarnya kita sedang menyaksikan apakah gerakan balkanisasi atau pemeretelan Uni Sovyet di masa lalu akan berulang di Eropa dan Amerika.

Jika itu yang terjadi, kepada kita seakan dihidangkan perulangan sejarah dengan format yang berbeda.

Di luar itu, sebuah ujaran klasik berkata: sejarah selalu berulang “l histoire se répète”.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Saeno
Editor : Saeno
Sumber : Antara/Reuters/AFP

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper