Rancangan Undang-undang Pilkada yang sebentar lagi akan disahkan oleh DPR RI mengenai pemilihan gubernur dan bupati/wali kota oleh DPRD menuai polemik di masyarakat dan saat ini sudah tidak mungkin opsi jalan tengah dijadikan alternatif.
Terlepas dari segala kelemahan dan kekurangan Pilkada langsung, KIPP Provinsi Jawa Tengah jelas menolak tegas RUU Pilkada tersebut disahkan atas beberapa alasan.
Pertama, pengembalian wewenang kepada DPRD untuk memilih gubernur dan bupati/wali kota di samping bertentangan dengan semangat reformasi, juga merupakan pencabutan hak politik rakyat secara brutal dan sepihak oleh segelintir elit.
Kedua, penghapusan Pilkada langsung dengan alasan politik uang yang massif saat penyelenggaraan Pilkada langsung, anggaran yang mahal, korupsi, liberalisasi sistem elektoral, bertentang an dengan Pancasila sila ke-4, rakyat belum siap, dan sebagainya, adalah hal yang mengada-ngada.
Jelas terbaca penghapusan Pilkada langsung lebih cenderung wujud dari dendam politik Koalisi Merah Putih yang tidak legowo menerima kekalahan dalam Pilpres.
Ketiga, Pilkada tidak langsung akan membabat partisipasi politik rakyat yang sudah matang berdemokrasi untuk ikut serta menentukan keputusan politik dalam memilih pemimpin pilihan rakyat di daerahnya.
Seperti diketahui penyelenggaraan pemilihan legislatif 9 April lalu banyak cacatnya. Bahkan bisa dibilang jauh dari syarat standar pemilu demokratis, diwarnai oleh berbagai bentuk kejahatan serta kecurangan pemilu.
Tidak mungkin kami rela begitu saja menyerahkan Pilkada kepada DPRD hasil produk kecurangan pemilu dan politik uang yang massif. Dampak destruktifnya akan lebih parah.
Keempat, demokratisasi di tingkat lokal akan mengalami degradasi serta merusak konsolidasi demokrasi di Indonesia yang sudah dibangun.
Kelima, Pilkada tidak langsung melalui DPRD akan mengembalikan sistem politik ke zaman Orde Baru. KIPP menolak tegas. Secara historis perlawanan dan perjuangan KIPP pada saat Orde Baru adalah merobohkan tatanan status quo serta mendelegitimasi kekuasaan Orde Baru melalui pemantauan pemilu guna mewujudkan pemilu yang demokratis, jurdil, dan luber di Indonesia.
Keenam, mandat rakyat saat pemilihan legislatif kepada para legislator terpilih adalah untuk menjalankan fungsi legislasi, pengawasan dan anggaran, bukan untuk bertujuan memilih eksekutif atau kepala daerah.
Pengirim
Puji Widianto
Ketua Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jawa Tengah