Bisnis.com, JAKARTA - Penyidik Densus 88 dibantu oleh tiga ahli bahasa Turki dalam mengungkap identitas dan keterangan lainnya yang dibutuhkan dari empat warga negara asing (WNA) Turkistan yang diduga sebagai teroris.
Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Ronny F. Sompie mengatakan wawancara terhadap keempatnya sudah dilakukan sejak kemarin.
Ahli bahasa itu, sambungnya, dikerahkan untuk mencari tahu mengenai identitas, latar belakang, serta tujuannya keempatnya datang ke Indonesia. "Sudah ada tiga ahli bahasa Turki untuk semua [informasi] yang bisa digali," katanya, Selasa (16/9/2014).
Dia menjelaskan saat ini penyidik masih dalam tahap wawancara, belum masuk dalam prose penyidikan. Pasalnya, dalam melakukan penyidikan, Polri membutuhkan sangkaan pidana sebagai landasannya.
Misalnya saja seperti pembuktian keaslian paspor, hingga soal masuk secara ilegal ke dalam wilayah Indonesia yang diduga tidak melalui bandar udara. "Ini dibuktikan dulu," ujar Ronny.
Kemarin, Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri Kombes Pol Agus Rianto mengatakan penyidik mengalami kendala bahasa dalam berkomunikasi dengan empat WNA tersebut.
"Jadi bahasa Turki yang digunakan oleh para WNA itu yang susah, seperti di Indonesia, ada bahasa daerah yang sulit. Jadi meskipun sudah ada penerjemah masih belum ketemu," katanya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Sabtu (13/9/2014) dini hari, Tim Densus 88 melakukan pembututan terhadap sebuah mobil yang berisi 7 orang, yakni 3 WNI dan 4 WNA, terduga teroris menuju Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.
Ketujuhnya ditangkap untuk kemudian dikumpulkan keterangan terkait dengan jaringan Islamic State of Iraq and Syria.
Salah satu WNI yang ikut ditangkap bersamaan dengan WNA Turkistan tersebut yakni Saiful Priatna terlibat menyembunyikan DPO teroris atas nama Mukhtar alias Romi yang merupakan jaringan Mujahidin Indonesia Timur pimpinan Santoso.
Sehari-hari, Saiful diketahui berprofesi sebagai guru honorer di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Batia.