Bisnis.com, JAKARTA-- Terdakwa Anas Urbaningrum dituntut 15 tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider lima bulan kurungan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam perkara dugaan penerimaan hadiah atau gratifikasi proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga (P3SON) Hambalang, proyek-proyek lain, serta Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pada saat Anas menjadi anggota DPR RI dari fraksi Partai Demokrat.
"Menjatuhkan pidana kepada saudara Anas Urbaningrum berupa pidana penjara 15 tahun dan dikurangi selama masa tahanan serta denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan," tutur Ketua JPU KPK, Yudi Kristana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (11/9).
Tuntutan tersebut diambil JPU KPK dengan mempertimbangkan berbagai hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan Anas diantaranya, sebagai anggota DPR, Anas dinilai telah mencederai sistem politik yang bebas dari korupsi dan bertolak belakang dalam melakukan pemberantasan korupsi.
Sedangkan yang meringankan yakni karena Anas dinilai telah mendapatkan bintang jasa utama pada tahun 1999, bersikap sopan selama menjalani persidangan, belum pernah dihukum sebelumnya dan masih memiliki tanggungan keluarga.
Terdakwa Anas Urbaningrum tidak hanya dituntut 15 tahun penjara oleh JPU KPK. Namun, JPU KPK juga menuntut agar Anas membayar uang pengganti atas kerugian negara sebesar Rp94.180.050.000 dan 5.261.070 dollar AS.
Dengan ketentuan, apabila tidak dibayar selama 1 bulan sesudah berkekuatan hukum tetap (Incraht), maka seluruh harta benda Anas akan disita oleh negara dan dapat dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dan apabila harta bendanya tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun.
Tak cuma itu, Jaksa juga menuntut agar Anas dihukum dengan pidana tambahan, yakni pencabutan hak untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik.
Kemudian menuntut pula pidana tambahan berupa pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) atas nama PT Arina Kotajaya seluas kurang lebih 5 ribu sampai 10 ribu hektar yang berada di 2 kecamatan, Bengalon dan Kongbeng, Kutai Timur, Kalimantan Timur.