Bisnis.com, JACKSON HOLE – Presiden European Central Bank (ECB) Mario Draghi memperkuat spekulasi pelonggaran kuantitatif setelah data Zona Euro menunjukkan regional tersebut berpotensi mengalami inflasi terendah sejak 2009.
Dalam sambutannya pada pertemuan presiden bank sentral di Wyoming, Draghi menyampaikan tidak lama lagi harga-harga kebutuhan di zona 18 blok tersebut akan mengalami kejatuhan signifikan. Draghi menyampaikan ia siap dengan perangkat kebijakan jika inflasi kembali jatuh.
Setelah Draghi menyampaikan prediksinya tersebut, yield obligasi zona euro jatuh tajam, terdampak spekulasi otoritas moneter tersebut akan segera menambah kebijakan pelonggaran melalui penjualan aset dalam jumlah besar atau quantitative easing (QE).
“Komentar Draghi menimbulkan ekspektasi bahwa ECB akan menambah stimulus untuk mendongkrak inflasi zona euro,” kata ekonom Nordea, Suvi Kosonen.
Inflasi zona euro diprediksikan melambat ke level 0,3% pada Agustus, dari tingkat 0,4% pada Juli. Angka ini masih jauh di bawah target ECB yaitu inflasi 2%. Beberapa waktu lalu, Draghi menyatakan siap untuk mengerahkan kebijakan yang berorientasi pada stabilitas harga untuk jangka menengah.
Data yang dipublikasikan pekan lalu juga menunjukkan tingkat pengangguran zona euro menyentuh level tertinggi 11,5%, di saat sentimen ekonomi melemah.
Negara zona euro paling stabil, Jerman pun mengalami kejatuhan PDB pada kuartal II lalu. Setelah setahun terakhir menunjukkan pemulihan, pertumbuhan ekonomi kembali stagnan pada kuartal kedua tahun ini.
Komplikasi persoalan pengangguran, pertumbuhan, dan inflasi ini tampaknya menimbulkan kengerian bagi Draghi atas dampaknya pada investor, konsumen, dan korporasi yang tak kunjung mempercepat belanja meski harga-harga menurun. Jika hal ini terus terjadi, akan semakin sulit melepas blok bermata uang euro itu dari jeratan deflasi.