Bisnis.com, MONTREAL--Badan penerbangan PBB akan melakukan pertemuan tingkat tinggi pada Februari mendatang guna membahas keamanan industri itu menyusul jatuhnya pesawat Malaysian Airlines akibat ditembak di atas Ukraina.
Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) juga menegaskan akan membentuk satuan tugas dengan kalangan industri penerbangan dan lembaga aviasi lainnya untuk mengkaji bagaimana informasi keamanan penerbangan dapat dihimpun dan didistribusikan secara memadai dan tepat waktu.
ICAO mengeluarkan pernyataan tersebut setelah melakukan pertemuan dengan Asosiasi Perusahaan Penerbangan Internasional (IATA) di Montreal, Selasa (29/7).
Menyusul penembakan pesawat Malaysian Airlines, sejumlah pelaku industri penerbangan meminta ICAO--yang memiliki 191 negara anggota--untuk memainkan peranan yang lebih besar menyangkut keamanan penerbangan.
Namun sejumlah peserta pertemuan Montreal tidak terlalu antusias untuk melakukan perubahan radikal dengan memberikan kekuasaan lebih besar bagi ICAO untuk melakukan penutupan ruang terbang di atas sebuah kawasan. Saat ini, setiap negara bertanggungjawab terhadap ruang penerbangan di langit masing-masing.
"ICAO hanya dapat bertindak dengan persetujuan seluruh negara anggota,"ujar Olumuyiwa Benard Aliu, Presiden ICAO, usai pertemuan tersebut.
Salah satu negara yang tidak ingin ada perubahan radikal dalam kewenangan ICAO mengatur lalu-lintas penerbangan adalah Amerika Serikat.
Perusahaan penerbangan global ditekan untuk lebih banyak mencari informasi yang netral, untuk menentukan apakah akan melewati atau menghindari jalur penerbangan di atas wilayah yang sedang mengalami konflik.
Pesawat Malaysian Airlines MH17 jatuh awal bulan ini di atas kawasan yang sedang bertikai di bagian timur Ukraina, sehingga menewaskan seluruh penumpang dan awak pesawat. Sejumlah negara Barat menuduh separatis pro Rusia yang menembak jatuh pesawat tersebut dengan rudal.