Bisnis.com, KABUL – Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry bertemu dengan dua calon presiden Afghanistan sebagai upaya mengakhiri krisis pemilu di negeri tersebut paling lambat Sabtu (12/7/2014).
Kebuntuan atas hasil pemilu presiden putaran kedua antara dua capres, Abdullah dan Ashraf Ghani, telah memantik keprihatinan AS mengenai transisi kekuasaan di Afghanistan.
Kerry dan pembantunya bertemu sepanjang Jumat malam, menyusul pembicaraan dengan Abdullah, Ghani, Presiden Hamid Karzai, dan Utusan Khusus PBB untuk Afghanistan Jan Kubis.
Dia akan bertemu lagi dengan Abdullah dan Ghani di kamp pasukan AS pada Sabtu dan setelahnya menemui Karzai di istana kepresidenan. Konferensi pers dijadwalkan berlangsung pada sore hari waktu Afghanistan sebelum keberangkatan Kerry ke Wina, Austria.
Hasil penghitungan pendahuluan menempatkan Ghani, bekas pejabat Bank Dunia, unggul sekitar 1 juta suara atau 56% dari total suara sah. Namun Abdullah menolak hasil pemilu yang dianggap curang dan menyebutnya sebagai “kudeta” terhadap rakyat Afghanistan.
AS telah mendesak Komisi Pemilihan Independen untuk tidak merilis hasil perhitungan suara final sampai adanya tinjauan terhadap seluruh hasil suara. Negeri Paman Sam juga meminta tim kampanye Ghani dan Abdullah agar tidak mendeklarasikan kemenangan.
Kedua rival capres memilih bungkam terkait hasil pertemuan Jumat. Seorang anggota tim kampanye Abdullah, Mahmoud Saikal, mengatakan kepada Reuters bahwa John Kerry meminta lebih banyak informasi tentang semua permasalahan pemilu.
Diskusi antara Kerry dan pihak Afghanistan masih terfokus pada detil teknis proses pemilihan dan audit terhadap suara yang dapat diterima kedua pihak. Diskusi juga sempat mengarah pada kemungkinan pembentukan pemerintahan persatuan yang inklusif dan merangkul kedua pihak.
Seorang pejabat senior pemerintahan Afghanistan mengatakan pentingnya persatuan di tengah bangsa yang terpecah dalam banyak lini tersebut.
“Diskuisi itu sangat penting untuk memastikan bahwa seluruh masyarakat dan konstituen merasa terwakili dalam pemerintahan, entah siapa yang nanti mengambil alih,” katanya.
Kerry mengatakan pada Jumat bahwa transisi Afghanistan ke negara otonom tergantung pada keseimbangan di negara tersebut, kecuali kalau legitimasi pemilu bisa dikembalikan. AS memperingatkan dampak terburuk jika salah satu pihak mendeklarasikan kemenangan dan mencoba merebut kekuasaan.
Saat ini AS tengah dalam proses menarik pasukannya setelah 12 tahun lebih bertempur menghadapi gerilyawan Taliban. Padahal Afghanistan masih bergantung pada bantuan asing dan AS merupakan pendonor terbesar.