Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KASUS SUAP MK: Akil Geram Dituntut Seumur Hidup

Persidangan kasus yang menjerat mantan orang nomor satu di Mahkamah Konstitusi (MK) terus bergulir. Akil Mochtar akhirnya menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (16/6/2014).
/JIBI
/JIBI

Bisnis.com, JAKARTA - Persidangan kasus yang menjerat mantan orang nomor satu di Mahkamah Konstitusi (MK) terus bergulir. Akil Mochtar akhirnya menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (16/6/2014).

Pada seri persidangan kali ini, jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Akil dengan hukuman seumur hidup. Mantan politisi Partai Golkar itu dijerat dengan hukuman berat karena dianggap menciderai hukum dan demokrasi di Indonesia.

"Terdakwa selain pemimpin lembaga negara, juga pernah menjadi praktisi dan tokoh antikorupsi," ujar jaksa Pulung.

Jaksa juga menyindir Akil yang pernah mengeluarkan pernyataan perlunya hukuman berat dan hukuman fisik bagi pelaku korupsi. "[Akil] pernah menyampaikan mengenai perlunya kombinasi hukuman pemiskinan dan potong jari untuk pelaku korupsi," katanya.

Jaksa Pulung juga menyatakan masyarakat dulunya menaruh harapan besar kepada Akil yang memimpin MK. Namun, kepercayaan tersebut tidak bisa dijaga. "Tapi terdakwa malah melakukan pengkhianatan dengan melegalkan suap, gratifikasi dan pencucian uang."

Prilaku Akil ini, menurut Pulung, telah meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap Akil Mochtar, yang juga pernah menjadi calon gubernur dalam Pilkada Kalimantan Barat.

"Terdakwa meruntuhkan kepercayaan publik. Terdakwa sebagai ketua MK tidak menjaga amanah," ujarnya.

Anggapan jaksa itu serta merta membuat Akil geram. Dengan nada tinggi, Akil meminta agar jaksa KPK mempertimbangkan lebih matang untuk membuat surat tuntutan, jangan menjadikan persidangan seperti persidangan jalanan.

"Jangan seperti pengadilan jalanan. Menciderai demokrasi, ukurannya apa? Emang yang lain nggak menciderai demokrasi, yang lain nggak menciderai hukum," ujar Akil.

Dia juga menantang KPK membuktikan penerimaan uang yang selama ini didakwakan padanya. Dia meminta agar jaksa KPK bisa melihat fakta persidangan.

"Saya dituduh terima suap duitnya kan saya nggak terima, Lebak nggak terima, Gunung Mas nggak terima apa yang lain mana. Itu yang Palembang Rp32 miliar mana? Mereka nggak bisa buktikan, makanya berdasarkan fakta," katanya.

Di sisi lain, Akil menuding pimpinan KPK telah menyalahi aturan. Menurutnya, hal itu bermula ketika pimpinan KPK mengeluarkan pernyataan terkait tuntutan di luar persidangan.

"Karena ini di [koran] Kompas dengan jelas disebutkan, oleh unsur pimpinan KPK bahwa saya akan dituntut seumur hidup," jelasnya.

Akil berpendapat sikap pimpinan KPK yang menyatakan lebih dulu besaran tuntutan untuknya itu, melanggar ketentuan yang ada. Karena itu, Akil meminta agar jaksa KPK tidak membuang waktu membacakan surat tuntutan.

"Itu mengabaikan sistem peradilan yang ada. Menurut saya basa-basi ini sudah tidak perlu lagi, cukup dibacakan amarnya, toh semua sudah diberi tahu," ujarnya.

Akil menegaskan perbuatan pimpinan KPK sudah melanggar etika seorang penegak hukum. Sebab menurut Akil, Abraham Samad (Ketua KPK) telah mengabaikan proses peradilan.

"Supaya diajukan ke majelis etik mereka itu [pimpinan KPK]. Itu enggak boleh. Orang belum disidangkan di sini, mereka sudah nyatakan akan dituntut seumur hidup," katanya.

Ketika di konfirmasi perihal itu, Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan sejauh ini pihaknya belum tahu ancaman dari Akil terhadap masalah tersebut.

Namun, menurutnya, pendapat dan ancaman Akil tersebut tidak mendasar dan sesuai dengan fakta di lapangan.

"[Pimpinan KPK] hanya mengatakan bahwa Pak Akil akan mengalami hukuman maksimal. Jadi menurut saya ini tidak melanggar etik," kata Johan di Gedung KPK.

Akil dalam surat dakwaan KPK disebut menerima Rp63,315 miliar sebagai hadiah terkait pengurusan sembilan sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) di MK, Rp10 miliar dalam bentuk janji untuk satu sengketa pilkada, serta pencucian uang dengan menyamarkan harta sebesar Rp161 miliar pada 2010-2013 dan harta sebanyak Rp22,21 miliar dari kekayaan periode 1999-2010.

Oleh jaksa, Akil dituntut pidana seumur hidup dan denda senilai Rp10 miliar. Jaksa menilai Akil terbukti menerima hadiah atau janji terkait pengurusan sejumlah sengketa pilkada dan melakukan tindak pidana pencucian uang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor :

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper