Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menilai bahwa dakwaan dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang yang ditujukan kepadanya sangat spekulatif dan imajiner.
"Saya tadi mendengarkan dengan seksama dakwaan yang disusun tim jaksa penunutut umum, saya bisa mengerti bahasanya tapi saya tidak mengerti substansinya. Dakwaan dimulai dari kalimat yang sangat spekulatif, imajiner, kemudian saya tidak mengikuti dengan konstruksi dan substansi yang jelas," kata Anas di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (30/5/2014).
Anas saat menjadi anggota DPR periode 2009-2014 diduga menerima hadiah berupa mobil Toyota Harrier B 15 AUD senilai Rp670 juta, satu unit mobil Toyota Vellfire B 69 AUD seharga Rp735 juta, komisi dari kegiatan survei pemenangan Rp478,6 juta dan uang Rp116,52 miliar dan 5,26 juta dolar AS dari berbagai proyek yang diperoleh dari Permai Grup yaitu perusahaan milik M Nazaruddin dan Anas Urbaningrum.
Uang tersebut digunakan untuk memenuhi keinginan Anas yang ingin menjadi pemimpin nasional yaitu sebagai presiden RI sehingga memerlukan kendaraan politik dan biaya yang sangat besar sejak sekitar 2005.
Selain itu Anas juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) berupa penyamaran harta hingga Rp23,88 miliar. "Karena itu mohon berkenan kami diberikan kesempatan untuk memberikan nota keberatan," ungkap Anas.
Anas seusai sidang juga mengatakan bahwa dakwaan disusun dengan data yang spekulatif.
"Kalimat pertama sudah kalimat yang sangat spekulatif, kalimat yang imajiner. Tahun 2005, Anas akan mencalonkan diri sebagai presiden, itu saya kira bukan kenyataan tapi itu pernyataan imajiner, kalau demikian halnya maka sekali lagi dalam persidangan nanti saya berharap pemeriksaan saksi-saksi dan fakta-fakta persidangan betul-betul sangat dipertimbangkan oleh jaksa penuntut umum di dalam menyusun tuntutan," ungkap Anas.
Ia pun berharap agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Edhi Baskoro Yudhoyono menjadi sanksi fakta.
"Sesungguhnya Pak SBY dan Mas Ibas amat sangat layak menjadi saksi fakta. Waktu itu saya usulkan jadi saksi meringankan ternyata tidak dipanggil menjadi saksi fakta, nanti di pengadilan kita lihat kalau ada kesempatan diajukan menjadi saksi meringankan," tambah Anas.
Ia pun menjelaskan contoh ketidakkonsistenan sumber penerimaan uang. "Tadi katanya saya adalah bagian dari Permai Grup, dari Nazaruddin. Kalau saya di situ, uang saya sendiri dong, misalnya contoh yang sangat elementer betapa sangat tidak konsisten," jelas Anas.
Atas perbuatan tersebut Anas didakwa berdasarkan pasal 12 huruf a subsider pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No 20 tahun 2001 jo pasal 64 KUHP tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200-Rp1 miliar.
Sedangkan untuk TPPU, ANas disangkakan dari pasal 3 dan atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pasal 3 ayat 1 huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan UU No 25 tahun 2003 dengan ancaman pidana terhadap orang yang melanggar pasal tersebut adalah penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.