Bisnis.com, BANDUNG - Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan menyodorkan wacana agar Pemerintah Pusat membeli sebagian hutan rakyat yang ada di Jabar guna mengembalikan fungsi hutan.
Gubernur Heryawan mengatakan pihaknya menyodorkan ke pemerintah pusat agar hutan yang dibeli adalah yang memiliki fungsi sebagai kawasan konservasi. Alasan dirinya mengajukan pembelian karena saat ini tata kelola hutan rakyat di Jabar amburadul. “Di Jabar hutan yang gundul itu hutan rakyat,” katanya di Bandung, Jumat (16/5).
Menurutnya pihaknya serius mengajukan penjualan ini pada pemerintah pusat karena enggan kawasan konservasi di Jabar keberadaanya makin mengkhawatirkan. Meskipun statusnya hutan rakyat, pada praktiknya menuntut pemanfaatan yang seimbang oleh warga. “Kita tidak melarang pemanfaatan hutan,asalkan seimbang dan tidak berlebihan,” katanya.
Dia mencontohkan beberapa hasil kekayaan hutan seperti untuk keperluan mebeul, kertas, pensil, kayu bahkan hingga tisu. Produk tersebut hingga saat ini terus dimanfaatkan hingga jumlahnya tak terhingga."Jangan kita cinta hutan tapi tidak memanfaatkannya. Silahkan bikin tanggungjawab dengan seimbang,” katanya.
Heryawan mengaku saat ini penebangan hutan tidak lagi disertai dengan aksi untuk menanam kembali. Idealnya, menurutnya, kawasan hutan setengah digunakan pemanfaatan manusia, setengahnya lagi digunakan sebagai fungsi hutan seutuhnya.
"Hutan itu berfungsi untuk mengeluarkan udara segar. Sekarang kita bisa menghirup udara dengan baik karena kita memiliki hutan yang baik. Selain itu hutan mempunyai fungsi ekonimi yang bisa mensejahterakan masyarakat," katanya.
Kepala Dinas Kehutanan Jawa Barat Budi Susatijo mengatakan pihaknya mencatat bahwa data terakhir hutan rakyat di Jabar hanya 1,4 juta hektar. Sisanya adalah lahan perhutani sekitar 700 ribu hektar sementara 70 ribu hektare milik Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
Jumlah kerusakan menurutnya paling banyak mendera hutan rakyat. Sementara dari data yang ada hutan Perhutani dari 700 ribu hektare kerusakan mencapai sekitar 30 ribu hektare, sementara untuk BKSDA yang rusaknya sekitar 5.000 hektar. “Kami belum mendata berapa besar kerusakan hutan rakyat,” katanya.
Menurutnya kesulitan mendata kerusakan hutan rakyat karena fungsi dan pemanfataanya kerap berubah-ubah. Dia mencontohkan sebelumnya hutan tersebut dipakai komoditas kayu-kayuan, tidak lama kemudian sudah menjadi sawah kering."Kita mendorong ketahanan pangan, padi,jagung,palawija itu masuk catatan hutan rakyat," katanya.
Dinas Kehutanan menurutnya terus berupaya melakukan penghijauan setiap tahun di lahan-lahan yang rusak. Budi mengakui, selain itu pihaknya juga sudah memberikan insentif kepada pemilih lahan yang digunakan untuk hutan."Kita terus mengarahkan masyarakat agar memanfaatkan hutan tanpa merusak hutan,” katanya.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jabar Ae Priatna mengatakan kerusakan yang terjadi di hutan yang masuk kewenangan pihaknya akibat alih fungsi oleh warga sekitar hutan.
Pihaknya mengaku sulit melarang karena warga mengandalkan tumbuhan merambat yang ada di lahan sebagai mata pencaharian. Menurutnya warga mayoritas menanami jahe dan cengkeh di lahan konservasi. “Seperti di cagar alam, suaka margasatwa, taman burung, atau taman wisata alam yang ada di seluruh kabupaten se-Jabar,” katanya.
Kondisi ini menurutnya merusak lahan konservasi karena tanaman merambat seperti jahe tidak diperbolehkan. Satu-satunya usaha dan kegiatan yang diperbolehkan menurutnya hanya jalur wisata.
BKSDA Jabar sendiri memastikan pihaknya saat ini tengah melindungi ratusan hektare lahan dengan reboisasi. Dia mencontohkan, 2014 ini penanaman dilakukan di Hutan Sancang dan Papandayan Kabupaten Garut seluas 120 hektar serta Kareumbi,Sumedang. “Kami sudah reboisasi bagian-bagian yang gundul,” katanya.
Pihaknya juga mencanangkan program pemanfaatan tanam pilih, agar masyarakat menanam di luar lahan konservasi. Selain itu, masyarakat dilibatkan untuk pemeliharaan burung, agar diterbangkan lagi ke alam. "Sejak 2013, kita laksanakan program kepada masyarakat 12 desa di Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sumedang," katanya.
Setiap tahun anggaran penyuluhan tersebut turun agar membentuk kelompok mandiri. Anggaran yang mengucur mulai dari Rp 100 juta pada 2013, Rp 75 juta pada 2014, dan targetnya tahun ketiga hanya dikeluarkan Rp 45 juta. "Program ini harus dilanjutkan bupati-bupati setempat, karena akan kami lepas suatu hari,” ujarnya.