Bisnis.com, MANILA—Bank sentral Filipina menilai suku bunga acuan bukanlah alat yang tepat untuk mengekang peningkatan uang yang beredar, mengindikasikan otoritas terkait untuk mengupayakan strategi lainnya.
Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP) tengah berusaha untuk mempersempt risiko keuangan menyusul langkah the Fed untuk kembali mengurangi pembelian obligasi bulanan atau tapering. Sekadar informasi, suku bunga acuan Filipina bertahan pada posisi rendah yaitu 3,5% sejak Oktober 2012.
Tidak hanya itu, bank sentral juga melakukan pengetatan moneter pada Maret tahun ini, salah satunya dengan menginstruksikan kreditur untuk meningkatkan likuditas.
“Kebijakan untuk mengubah suku bunga acuan adalah langkah terakhir. BSP akan menaikkan syarat terkait cadangan perbankan atau justru menggunakan acuan macroprudential,” kata Jonathan Ravelas, Ketua Analis Pasar BDO Unibank Inc. di Manila, Senin (28/4/2014).
Peso tercatat naik 0,2% menjadi 44,56 per dollar pada 10.44 a.m waktu Manila, menguat selama 3 hari. Imbal hasil obligasi lokal 2,12% yang jatuh tempo 2015 merosot 13 basis poin menjadi 3,38%, level terendah selama hampir 2 pekan.
Sebelumnya, Gubernur BSP Amando Tetangco sempat mengungkapkan kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga acuan justru berisiko meningkatkan tekanan finansial. Apalagi, kondisi ekonomi dalam negeri terhitung masih rentan akibat volatilitas nilai tukar, gelembung aset, dan leverage perusahaan yang berlebihan.
BSP akan menaikkan syarat rasio cadangan perbankan hingga 1% yang efektif berlaku pada April tahun ini. Pasokan uang beredar tercatat meningkat lebih dari 30% tiap bulannya selama 8 bulan hingga Februari 2014.
Harga konsumen naik 3,9% pada Maret dari periode yang sama tahun lalu, turun dari 4,1% pada Februari 2014. BSP sendiri menargetkan inflasi bakal mencapai kisaran 3%-5% tahun ini. (Bloomberg/57)