Bisnis.com, BANDARLAMPUNG - Kepala Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Provinsi Lampung Subakir mengatakan konflik antara satwa liar, baik yang dilindungi maupun tidak dengan masyarakat di daerah itu cenderung meningkat sehingga perlu penanganan komprehensif melibatkan para pihak terkait.
"Perkembangan pembangunan dan jumlah penduduk yang makin meningkat menimbulkan tekanan kepada kawasan hutan dan satwa di dalamnya sehingga konflik satwa dengan manusia itu terus terjadi," ujar Subakir di Bandarlampung, Minggu (6/4/2014).
Dia menyebutkan sejumlah kasus konflik satwa dengan manusia di Lampung antara lain gajah liar yang seringkali keluar kawasan hutan di Taman Nasional Way Kambas (TNWK) Kabupaten Lampung Timur dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di Kabupaten Lampung Barat dan Tanggamus di Lampung serta di wilayah Bengkulu Selatan.
"Beberapa waktu lalu beberapa ekor buaya liar juga menelan korban jiwa warga di lahan basah Kabupaten Tulangbawang," ujar Subakir.
Konflik satwa dengan manusia itu tak hanya menimbulkan korban jiwa, tapi juga kerugian harta benda, termasuk satwa liar yang memakan ternak di pemukiman warga.
Namun Subakir menyatakan penanganan konflik satwa dengan manusia itu tidak bisa hanya oleh pihaknya sendiri, tapi perlu dukungan pemerintah daerah, LSM maupun masyarakat khususnya yang berada di sekitar kawasan hutan.
Padahal dalam konflik satwa liar dengan manusia, untuk satwa yang terancam punah dan dilindungi, tidak boleh dibunuh melainkan harus diselamatkan. "Kebijakannya sudah jelas, satwa liar dilindungi itu harus diselamatkan, tapi warga di sekitarnya juga dilindungi," katanya lagi.
Menurut Subakir, saat ini belum ada mekanisme pemberian ganti rugi atau penggunaan asuransi untuk warga yang menjadi korban amukan satwa liar yang keluar dari habitatnya.
"Perlu dukungan pendanaan dari pos khusus untuk membantu memberikan kompensasi bagi warga yang dirugikan secara ekonomi akibat konflik satwa dengan manusia itu, mengingat selama ini belum tersedia dana untuk penanggulangan konflik satwa dengan manusia ini," ujarnya.
Dia mengatakan tekanan jumlah penduduk dan kegiatan pembangunan di Lampung yang makin kuat, mengakibatkan kerusakan kawasan hutan kian bertambah.
Luas kawasan hutan di Lampung mencapai 1,004 juta hektare (30,43%), dengan tingkat kerusakan mencapai 54,15%, yaitu kerusakan di kawasan hutan konservasi (taman nasional, cagar alam laut dan taman hutan raya) sebesar 37,38%.
Selain itu kawasan hutan lindungan rusak 65,37% dan kawasan hutan produksi mengalami kerusakan mencapai 76,48%.