Bisnis.com, PEKANBARU—Kinerja ekspor kertas/karton di Provinsi Riau diprediksi akan semakin anjlok, jika pemerintah tidak segera mengenakan biaya impor untuk produk yang sama.
Wakil Ketua Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Rusli Tan mengatakan menurunnya permintaan kertas dunia karena krisis global, pengenaan bea masuk dari negara importir, dan tingginya volume impor menjadi penyebab utama anjloknya ekspor tersebut.
Di sisi lain, tidak adanya biaya impor (import duty) yang diberlakukan membuat negara pengekspor seperti China menjadikan Tanah Air sebagai sasaran utama. Padahal, hampir semua negara melindungi industri lokalnya dengan menerapkan biaya impor.
“Kecenderungannya sudah mulai terlihat sejak tahun lalu, yakni kinerja ekspor kertas menurun, tetapi untuk komoditas pulp [bubur kayu] meningkat. Produsen akan lebih memilih untuk mengekspor pulp karena tidak dikenakan biaya masuk yang tinggi seperti kertas,” kata Rusli kepada Bisnis, Senin (10/2/2014).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau nilai ekspor kertas/karton pada Januari-November 2013 menurun hingga US$98,61 juta dibandingkan dengan 2012. Adapun, ekspor bubur kayu justru meningkat hingga US$264,6 juta dalam periode yang sama. Saat ini, Riau merupakan daerah pengekspor kertas terbesar di Indonesia dengan kontribusi sekitar 70%.
Harga kertas di pasar internasional sudah turun dari level US$1.000 per ton menjadi rata-rata US$700 per ton. Permintaan juga akan menurun seiring dengan meningkatnya produksi kertas di luar negeri.
Meskipun harga pulp lebih rendah, yakni sekitar US$600 per ton, tetapi dalam pengapalannya tidak dikenakan tambahan biaya masuk lagi. Hal ini yang menjadikan kalangan pengusaha lebih mengutamakan ekspor pulp.
Dia mengungkapkan produk olahan kayu industri nasional dikenakan biaya masuk di beberapa negara, misalnya Cina hingga 7,5% dan Amerika Serikat berkisar antara 5%-10%. Pihaknya mendesak penerapan biaya ini untuk menghindari kebangkrutan industri nasional karena kalah bersaing dengan negara lain.