Bisnis.com, JAKARTA—Staf Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Siti Halimah ternyata sempat bersembunyi saat dijemput paksa penyidik KPK, untuk dijadiksan saksi untuk tersangka kasus tindak pidana korupsi pengadaan sarana dan prasarana alat kesehatan provinsi Banten 2011-2013 dengan tersangka Ratu Atut Chosiyah.
"Diinformasikan bahwa penyidik melakukan upaya jemput paksa saksi bernama Siti Halimah. Saksi telah dipanggil penyidik, namun tidak diindahkan bahkan ada upaya bersembunyi," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Jumat (7/2/2014) seperti dikutip Antara.
Johan mengatakan penjemputan paksa dilakukan di Bandung, Jawa Barat di sebuah hotel pada pukul 7 Februari 2014 sekitar pukul 07.00 wib.
Siti Halimah tiba di gedung KPK pada pukul 11.50 WIB dan tampak menutupi wajahnya dengan kerudung kuning dan langsung masuk ke gedung KPK.
Pada hari ini KPK juga memeriksa Sekretaris Daerah (Sekda) provinsi Banten Muhadi dalam kasus yang sama.
Dalam kasus ini, Atut disangkakan pasal 12 huruf e atau a atau pasal 12 huruf b atau pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU No 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1.
Pasal tersebut mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, dengan ancaman pidana penjara penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Atut juga disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
Badan Pemeriksa Keuangan setidaknya menemukan tiga indikasi penyimpangan dalam pengadaan alat kesehatan di Banten yang mencapai Rp30 miliar.
Ketiga penyimpangan itu adalah alat kesehatan tidak lengkap sebesar Rp5,7 miliar; alat kesehatan tidak sesuai spesifikasi sebesar Rp6,3 miliar dan alat kesehatan tidak ada saat pemeriksaan fisik sebanyak Rp18,1 miliar.