Bisnis.com, JAKARTA - Pelanggaran Hak atas Kekakayaan Intelektual (HaKI) menjadi musuh dari banyak kalangan kreatif. Banyak musisi dan kreator kehilangan daya kreatif ketika hasil ciptaannya dibajak.
Hal itu disampaikan Ahmad M. Ramli, Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) ketika berdiskusi dengan jajaran redaksi Bisnis di Wisma Bisnis Indonesia, Rabu (4/12/2013).
Ramli menyebutkan beberapa nama besar yang pernah dia temui dan berbincang mengenai karya-karya mereka yang dibajak. Karena adanya pembajakan yang masif tersebut, nama-nama tersebut juga mengaku malas dan takut untuk menciptakan karya-karya kreatif lagi.
“Pembajakan tidak hanya merugikan secara finansial bagi para pencipta, tapi juga merusak motivasi sang pencipta,” kata Ramli.
Padahal, menurutnya, potensi industri kreatif yang berada di bawah tanah masih teramat besar. Ramli mengilustrasikan di sektor industri musik, apabila dalam setahun ada 100 juta orang Indonesia yang membelanjakan uang senilai Rp50.000 untuk musik, maka uang yang berputar adalah senilai Rp5 triliun.
Sementara itu, soal paten, Ramli menjelaskan bahwa aspek ini juga bisa ikut mengerek PDB suatu negara. Dia mencontohkan, meningkatnya pendaftaran paten akan memandu peningkatan PDB Jepang. Tahun 1980, paten yang diajukan masih 150.000 buah dan PDB Jepang di tahun yang sama berada di kisaran $2 triliun. Pada 2010 atau 3 dekade kemudian, paten yang terdaftar naik menjadi 450.000 buah dan PDB Jepang juga ikut melonjak menjadi $5 triliun.
Dia menegaskan bahwa pihaknya telah berusaha mendorong pelaku industri kreatif dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk mendaftarkan paten. Karena harus diakui, paparnya, bahwa 91% bisnis di Indonesia ada di sektor tersebut.
Ditjen HKI pun, tuturnya, juga telah menjalin kerja sama dengan pusat keramaian dan beberapa kampus untuk sosialiasi dan kampanye anti-pelanggaran Haki. Seperti Senayan City Jakarta yang telah berkomitmen untuk sama sekali tidak menjual barang bajakan, sementara ITB, UGM, Unpad dan beberapa kampus lain juga telah berkolaborasi untuk menjadi percontohan kawasan bebas pelanggaran HaKI. Dia juga menambahkan, kawasan bebas HaKI berarti juga punya kewajiban untuk terus mencetak kreator yang akan menciptakan lebih banyak lagi karya inovatif.
Di akhir diskusi, Ramli berharap, dengan adanya sinergi dengan media massa, masyarakat semakin sadar persoalan ini sehingga pelanggaran-pelanggaran terhadap HaKI akan bisa diminimalisir sekecil-kecilnya.