Bisnis.com, JAKARTA—Dakwaan tim jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi yang mengungkapkan beberapa pejabat dan petinggi partai (kala itu) menerima aliran dana dari proyek Hambalang, telah menimbulkan reaksi keras dari pihak yang namanya disebut.
Salah satu tokoh yang ‘geram’ adalah mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Dia membantah telah menerima Rp2,21 miliar dari proyek Hambalang, sebagaimana diungkapkan dalam dakwakan oleh tim Jaksa Penuntut Umum KPK pada sidang perdana terdakwa Deddy Kusdinar.
"Tidak pernah. Dulu katanya saya terima Rp100 miliar, kemudian berkurang Rp50 miliar, sekarang tinggal Rp2,2 miliar. Kemana dong yang lain?," ujarnya di Jakarta, Jumat (8/11/2013) seperti dikutip Antara.
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng, melalui adiknya Rizal Mallarageng, juga menyampaikan bantahan senada.
Menurutnya, dakwaan jaksa KPK lemah. Sebab hanya sebatas dugaan bahwa Andi menerima uang lewat Wafid Muharam dan Choel Mallarangeng. Uang itu, lanjutnya, tak pernah sampai kepada mantan Menpora.
”Choel memang mengakui dirinya menerima uang dari Wafid yang ternyata adalah uang dari PT DGI sebesar Rp5,5 miliar. Tapi belakangan, uang itu dikembalikan kepada KPK,” tegas Rizal.
Sebenarnya bagaimana kronologis proyek Hambalang yang terkesan dalam dakwaan tim jaksa KPK sebagai proyek ‘bancakan’?
Pada sidang perdana terdakwa mantan Kepala Biro Keuangan Kemenpora/Pejabat Pembuat Komitmen Proyek Hambalang Deddy Kusdinar, Kamis (7/11/2013) lalu seorang anggota tim jaksa penuntut umum KPK I Kadek Wiradana membacakan dakwaaan yang menggambarkan kronologis proyek Hambalang. Berikut rangkuman dakwaan yang disarikan dari pemberitaan Antara dan Bisnis.
PERAN ANDI MALLARANGENG
Oktober 2009
Jaksa I Kadek Wiradana menyebutkan pendirian proyek Hambalang berawal setelah Andi Mallarangeng dilantik menjadi Menpora pada Oktober 2009.
Saat itu, dilakukan pemaparan awal mengenai rencana pendirian proyek yang nama resminya Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) Hambalang di ruang rapat Menpora.
Dalam rapat tersebut, Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam menyampaikan bahwa status tanah Hambalang bermasalah karena belum ada sertifikat.
“Andi lalu memerintahkan Wafid agar segera menyelesaikan masalah status tanah tadi. Menpora juga mengarahkan agar menambahkan asrama senior dan venue olahraga ekstrim. Perkembangan proyek diminta dilaporkan kepadanya," ujar Kadek.
Desember 2009
Setelah masterplan Hambalang diperbaiki sesuai arahan Andi, dilakukan kembali pemaparan rencana pembangunan P3SON di kediaman pribadi Andi yang dihadiri antara lain Wafid, Deddy Kusdinar dan anggota tim persiapan pembangunan Lisa Lukitawati (CV Rifa Medika).
Saat itu, Wafid menyampaikan perkiraan anggaran proyek sekitar Rp2,5 triliun dan akan ada hambatan saat proses anggaran.
Namun, Andi menanggapi dengan mengatakan, "Sudahlah, di Komisi X [membawahi bidang olahraga] itu kan teman-teman saya," papar jaksa Kadek.
Akhirnya Wafid meminta Deddy Kusdinar untuk merealisasikan permintaan Andi yang anggarannya akan disampaikan dalam rapat DPR.
Masih sekitar akhir 2009, Andi memperkenalkan adiknya Andi Zulkarnain Anwar alias Choel Mallarangeng kepada Wafid di ruangan Kemenpora.
Saat itu, Andi menyatakan bahwa adiknya akan banyak membantu urusan Kemenpora, sehingga kalau ada yang perlu dikonsultasikan silakan langsung menghubungi Choel.
Awal 2010
Anggota tim jaksa penuntut umum KPK lainnya Kresno Anto Wibowo mengungkapkan pada awal 2010, diadakan beauty contest atau adu konsep masterplan proyek antara PT Metaphora Solusi Global (PT MSG) dan PT Galeri Ide di hadapan Andi bertempat di ruangan Seskemenpora.
"Andi memuji pemaparan PT MSG dan Wafid memutuskan memakai masterplan PT MSG dan meminta PT Galeri Ide bergabung. Namun PT Galeri Ide memutuskan mundur dan meminta kompensasi Rp400 juta," ujar jaksa.
Terkait proses pengajuan usulan penambahan anggaran pembangunan Hambalang, Andi minta wafid untuk berkoordinasi dengan Komisi X dan Kementerian PU.
Andi dan Wafid selanjutnya melakukan pertemuan di ruangan Menpora dengan anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat yang bertugas di Komisi X dan Badan Anggaran DPR, yatu Mahyuddin (Ketua Komisi X), Angelina Sondakh, Mirwan Amir dan Nazaruddin.
Dalam pertemuan itu, Andi mengatakan urusan APBN perubahan Kemenpora ditangani Wafid. “Andi meminta Wafid untuk berkomunikasi intens dengan mereka dan jangan sampai ada keluhan (dari teman-teman di Komisi X DPR),” jelas jaksa Kresno.
Kemenpora lalu mengajukan usulan penambahan anggaran proyek Hambalang sebesar Rp625 miliar dalam APBN-P 2010.
Pokja Anggaran Komisi X menyetujui penambahan dana sebesar Rp150 miliar dalam APBN-P 2010 tanpa melalui proses Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Pokja dan Kemenpora.
Persetujuan penambahan anggaran ditandatangani oleh Mahyudin selaku pimpinan Komisi X dan jajarannya yakni Rully Chairul Azwar dan Abdul Hakam Naja. Selain itu, ditandatangani pula oleh anggota Pokja seperti Angelina Sondakh, Wayan Koster, Kahar Muzakir, Juhaaeni Alie dan Mardiyana Indra Wati.
“Dengan demikian, anggaran tersedia menjadi Rp275 miliar,” papar jaksa.
Atas persetujuan DPR tersebut, Wafid melalui Saul Paulus David Nelwan meminta uang sebesar Rp500 juta kepada PT Adhi Karya melalui Ida Bagus Wirahadi dan Rp100 juta dari Poniran, sehingga seluruhnya berjumlah Rp600 juta. Uang tersebut diserahkan kepada Mahyudin saat kongres Partai Demokrat di Bandung.
Terkait penyediaan jasa konstruksi yang akhirnya dimenangkan oleh Konsorsium PT Adhi Karya dan Wijaya Karya, jaksa menganggap Menpora juga terlibat.
Hal ini dimulai dengan Kepala Divisi Konstruksi Jakarta I PT Adhi Karya Teuku Bagus Mokhamad Noor difasilitasi M Arief Taufiqurahman bertanya ke Wafid tentang jasa konstruksi.
Teuku Bagus dan Arief dengan difasilitasi Muhammad Tamzil menemui Andi Mallarangeng di rumahnya. Teuku Bagus menyampaikan siap dan bersedia bekerja sama mendukung program Kemenpora, termasuk pembangunan Hambalang.
"Andi saat itu menjelaskan bahwa dirinya tidak setuju dengan konsep sekolah olahraga di Ragunan karena terpisah dengan fasilitas. Dia punya ide menggabungkan fasilitas belajar dengan fasilitas olahraga di satu tempat (integrated) seperti Singapura," ungkap anggota tim jaksa KPK lainnya Atty Novyanty.
Setelah bertemu Andi, Teuku Bagus meminta Arief memonitor proyek Hambalang dan harus didapat PT Adhi Karya karena sudah bertemu dengan Andi.
Pertengahan 2010
Deddy Kusdinar bersama Wafid bertemu Choel Mallarangeng di Restoran Jepang Hotel Grand Hyatt, Jakarta. Pada pertemuan itu Choel menyampaikan bahwa abangnya Andi Mallarangeng, sudah satu tahun menjabat Menpora tapi belum dapat apa-apa.
"Maksud ucapan Choel diperjelas oleh Mohammad Fakhruddin staf khusus Menpora yang menanyakan ke Wafid tentang kesiapan memberi fee sebesar 18% kepada Choel untuk pekerjaan pembangunan proyek Hambalang," jelas jaksa.
Wafid menanggapi bahwa untuk hal itu sebaiknya Choel bertemu dengan orang dari PT Adhi Karya.
Selanjutnya, dilakukan pertemuan di ruangan Menpora yang dihadiri Wafid, Deddy, Choel, Fakhruddin dan Arief dari PT Adhi Karya.
Saat itu, Arief menyampaikan ke Choel bahwa PT Adhi Karya akan berpartisipasi dalam proyek Hambalang. Sebelum pertemuan berakhir, Wafid bertanya ke Choel apakah proyek Hambalang sudah bisa dilelang? Choel menyetujuinya dan hal ini dilaporkan Arief ke Teuku Bagus.
Setelah melakukan penghitungan, Teuku Bagus menyepakati permintaan tersebut dengan realisasi fee akan diberikan melalui direktur PT Dutasari Citralaras Mahfud Suroso.
Dengan ditetapkannya KSO Adhi-Wika sebagai pemenang proyek Hambalang, menurut jaksa, total dana yang diperoleh Andi Rp4 miliar dan US$550.000.
Dana US$550.000 berasal dari pengembalian uang KSO Adhi-Wika kepada Grup Permai milik M Nazaruddin yang sebelumnya telah menyerahkan uang kepada Andi sejumlah US$550.000 atau sekitar Rp5 miliar yang diserahkan Deddy kepada Choel.
Adapun uang Rp4 miliar, lanjut jaksa, diperoleh secara bertahap yaitu Rp2 miliar dari PT Global Daya Manunggal (GDM), perusahaan subkontraktor untuk pekerjaan struktur, arsitektur asrama junior putra-putri dan GOR Serbaguna.
Uang diserahkan langsung ke Choel. Rp1,5 miliar dari PT GDM diserahkan juga kepada Choel dan Rp500 juta dari PT GDM diserahkan Mohammad Fakhruddin kepada Choel.
PERAN ANAS URBANINGRUM
Agustus 2010
Dalam perjalanannya, proyek Hambalang menjadi ajang rebutan antara PT Dutra Graha Indah (DGI) yang dimiliki Muhammad Nazaruddin dan perusahaan BUMN PT Adhi Karya.
Mindo Rosalina Manulang (PT DGI) dan Lisa Lukitawati (staf tim persiapan pembangunan Hambalang) bertemu Arief Taufiqurrahman (Manajer Pemasaran PT Adhi Karya) di Hotel Dharmawangsa, Jakarta.
“Saat itu Mindo meminta PT Adhi Karya mundur dari proyek Hambalang karena dia dan Nazaruddin yang akan mengerjakannya," tutur jaksa.
Mindo mengaku telah mengeluarkan banyak uang untuk proyek Hambalang. Arief selanjutnya melaporkan hal tersebut ke Kepala Divisi Konstruksi Jakarta I PT Adhi Karya Teuku Bagus Mokhamad Noor.
Terkait masalah ini, Teuku Bagus meminta tolong Mahfud Suroso dari PT Dutasari Citralaras, yang dekat dengan istri mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum Attiyah Laila, karena Mindo mengganggu.
Sekitar satu minggu kemudian, Mahfud datang ke ruangan Teuku Bagus dan menyampaikan masalah dengan Mindo sudah selesai karena pada saat acara buka puasa bersama di rumah Anas, Mahfud melakukan pertemuan dengan Anas dan Nazaruddin.
"Saat itu Anas menyampaikan kepada Nazaruddin agar mundur dan tidak mengambil proyek konstruksi pembanguan P3SON Hambalang," jelas jaksa Kresno.
Hasilnya, PT Adhi Karya memang memenangkan lelang pekerjaan fisik pembangunan proyek Hambalang bersama dengan PT Wijaya Karya.
Jaksa mencatat Anas mendapat Rp2,21 miliar untuk membantu pencalonan sebagai ketua umum dalam kongres Partai Demokrat 2010 yang diberikan secara bertahap pada 19 April 2010 hingga 6 Desember 2010.
Uang itu diserahkan ke Anas untuk keperluan kongres Partai Demokrat antara lain memabayar hotel dan membeli handphone Blackberry beserta kartunya, sewa mobil bagi peserta kongres yang mendukung Anas, dan juga jamuan dan entertain.
Uang diserahkan Teuku Bagus melalui Munadi Herlambang, Indrajaja Manopol (Direktur Operasi PT Adhi Karya) dan Ketut Darmawan (Direktur Operasi PT Pembangunan Perumahan) atas permintaan Muchayat.
Jaksa Kresno mencatat bahwa Anas membantu untuk mengurus permasalahan tanah Hambalang di Badan Pertanahan Nasional.
Selanjutnya Anas memerintahkan Ignatius Mulyono selaku anggota Komisi II DPR dari Partai Demokrat yang mempunyai mitra kerjanya BPN, untuk mengurus permasalah hak pakai tanah untuk pembangunan proyek Hambalang.
Akhirnya, Ignatius berhasil mengurus SK Hak Pakai atas tanah Kemenpora di Hambalang, kemudian menyerahkan SK tersebut ke Anas di ruangan Ketua Fraksi Partai Demokrat yang disaksikan Nazaruddin. Salinan SK diberikan ke Nazaruddin.
”Sayangnya, perusahaan Nazaruddin tidak berhasil memenangkan lelang jasa konstruksi Hambalang, meski telah mengusahakan sertifikat tanah seluas 312.448 m2,” papar jaksa Kresno.
Sekedar catatan: Mungkin dari kegagalan lelang konstruksi Hambalang, Nazaruddin ‘berang’ kepada pihak yang terlibat dalam ‘bancakan’ proyek tersebut . Sebab dalam berbagai pemberitaan, mantan bendahara Partai Demokrat ini sangat hafal kronologis dan orang-orang yang terlibat dalam proyek yang merugikan negara Rp463,668 miliar sesuai audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu.