Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) Jimly Asshidiqqie mengatakan menjelang pelaksanaan Pemilu 2014 banyak lembaga asing yang berminat memberikan bantuan dana kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Namun demikian, dia menegaskan untuk menjaga kehormatan lembaga negara, bantuan dana asing terhadap lembaga negara tersebut harus ditolak. Menurutnya, kalau ada bantuan dari lembaga asing, bantuan tersebut seharusnya digunakan untuk kepentingan pemberdayaan civil society sehingga tidak bisa mempengaruhi lembaga negara.
“Funding dari luar negeri harus digunakan untuk pemberdayaan civil society, tidak boleh untuk KPU dan Bawaslu agar kehormatan negara terjaga,” ujar Jimly saat jadi pembicara pada seminar bertema Pularisme dan Penataan Konstitusi dan Tata Negara yang diselenggaran MPR bekerjasama dengan Perhimpunan Mahasiswa hukum Indonesia (Permahi), Kamis (24/10/2013).
Turut menjadi nara sumber pada acara seminar yang dibuka Ketua Fraksi Partai Gerindra Martin hutabarat itu, pengamat kebangsaan Yudi Latief.
Dia mengakui Indonesia saat ini tengah menghadapi masalah besar dalam hal penegakan hukum dan etika meski reformasi telah berjalan sejak 1998. Dampak dari masalah hukum dan etika tersebut, ujarnya, sangat terkait dengan demokrasi dan pelaksanaan pemilu, termasuk soal etika penggunaan dana asing.
"Soal anggaran dalam kode etik penyelenggara pemilu, bahwa penyelenggara pemilu tidak boleh bekerja dengan menggunakan anggaran di luar APBN dan APBD," kata Jimly.
Dia mengakui selama ini salah satu dana asing yang masuk untuk bantuan pada pemilu berasal dari Internasional Foundation for Electoral System (IFES). IFES merupakan lembaga donor dari Amerika yang sudah terlibat aktif sejak tahun 1999 dalam pemilu Indonesia. Efek kerja sama tersebut pemilu menjadi heboh sehingga KPU mendapatkan peringatan.