Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Apindo Kaltim: Soal Upah Pemda Harus Rujuk ke Inpres 9/2013

Bisnis.com, BALIKPAPAN--Apindo Kalimantan Timur meminta pemerintah daerah merujuk pada instruksi presiden (Inpres) No.9/2013 tentang kebijakan penetapan upah minimum guna menjaga keberlangsungan usaha para pelaku usaha.

Bisnis.com, BALIKPAPAN--Apindo Kalimantan Timur meminta pemerintah daerah merujuk pada instruksi presiden (Inpres) No.9/2013 tentang kebijakan penetapan upah minimum guna menjaga keberlangsungan usaha para pelaku usaha.

Ketua Dewan Pengurus (DP) Provinsi Apindo Kaltim M. Slamet Brotosiswoyo mengatakan penetapan upah minimum, sebagaimana tertuang dalam Inpres tersebut, didasarkan pada kebutuhan hidup layak (KHL), produktifitas dan pertumbuhan ekonomi.

Bagi daerah yang upah minimumnya masih berada di bawah nilai KHL, kenaikan upah harus dibedakan antara industri padat karya dan industri lainnya. Adapun daerah yang penetapan upah minimumnya telah mencapai KHL, penetapannya bisa melalui perjanjian bipartit di dalam perusahaan.

“Karena memang kondisinya masih belum pulih. Kalaupun naik, sesuaikan dengan KHL tahun ini,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (3/10).

Imbas dari penetapan upah tahun ini yang naik cukup signifikan menjadikan beberapa perusahaan harus melakukan efisiensi bahkan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena beban operasional yang cukup tinggi. Menurut Slamet, hal ini justru berdampak buruk terhadap kondisi sosial masyarakat karena akan menambah angka pengangguran di daerah.

Dia mencontohkan perusahaan perkayuan di Penajam Paser Utara yang harus merumahkan sekitar 1.800 karyawan. Kendati mempekerjakan kembali 400 orang diantaranya, tetapi sekitar 1.400 orang masih belum mendapatkan pekerjaan.

“Pemerintah perlu melihat yang semacam ini. Harus jujur sebelum menetapkan sebuah kebijakan,” tukasnya.

Sekretaris DP  Provinsi Apindo Kaltim Herry Johanes menambahkan adapula pekerja yang jam kerjanya selama ini menggunakan sistem harian lepas karena waktu kerja yang tak tentu. Seharusnya, pekerja yang menerima upah minimum juga harus memiliki standar waktu kerja.

“Contohnya di kebun sawit. Itu ada yang bagian membersihkan rumput, mengambil buah, mengangkut buah yang sistem kerjanya tidak full seminggu. Kalau jumlah pekerja semacam ini besar, tentu biaya operasional juga akan bertambah,” katanya.

Pelaku usaha mengharapkan agar besaran upah minimum tetap menyesuaikan KHL berdasarkan survei dari BPS. Angka yang lebih besar dari itu diyakininya hanya akan menekan kegiatan usaha sehingga justru akan merugikan masyarakat secara luas.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim Ichwansyah mengatakan proses penetapan upah minimum saat ini masih dibahas oleh Dewan Pengupahan. Penetapan upah, lanjut Ichwansyah, selalu diawali dengan survei KHL yang dilaksanakan sepanjang Januari hingga September.

Selanjutnya, dengan mempertimbangkan angka KHL, tingkat inflasi, dan faktor-faktor  ekonomi lainnya, Dewan Pengupahan menggelar rapat yang hasilnya menjadi rekomendasi usulan UMP  kepada gubernur untuk ditetapkan. Saat ini, besaran UMP di Kaltim sudah sama dengan KHL sehingga sudah memberikan angin segar bagi pekerja.

Adapun untuk tahun depan, belum ada keputusan yang dikeluarkan oleh Dewan Pengupahan. Biasanya, hasil rekomendasi dari Dewan Pengupahan tersebut yang akan dijadikan dasar oleh gubernur dalam menetapkan UMP.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper