Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Komisi V DPR Mulyadi menegaskan rencana pemerintah membangtun jembatan Selatan Sunda yang menghubungkan Jawa-Sumatera belum dibahas di DPR.
“Kalau soal jembatan Selat Sunda belum dibicarakan dengan DPR. Itu proyek besar perlu pembicaraan yang matang,” ujarnya dalam satu diskusi bertema “RUU Konstruksi” bersama Ketua Umum Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI), Drajat Hoedayanto di Gedung DPR, Selasa (24/9/2013).
Menurutnya, sebagai proyek besar di sektor konstruksi yang melibatkan kontraktor, konsultan dan anggaran besar sebaiknya dibahas setelah revisi Undang-undang Konstruksi. Menurutnya hingga kini undang-undang itu belum disahkan sebagai pengganti UU No.18/1999.
Mulyadi menegaskan tidak ingin peristiwa ambruknya Jembatan Kutai Kartanegara terulang kembali akibat kalu tidak dikerjakan secara profesional. Untuk itu dia menegaskan perlunya sertifikasi atas pihak-pihak yang terlibat.
“Karena itu dalam undang-undang ini sanksi pidanya harus tegas, agar pemerintah dan kontraktor yang terlibat dalam konstruksi bangunan gedung dan jembatan benar-benar bertanggungjawab, profesional, dan produksinya berkualitas,” ujar Mulyadi.
Sementara itu, Drajat menyoroti banyaknya tenaga kontraktor di lapangan yang tidak beres dan sulit dimintai pertanggungjawaban dalam satu pembangunan infrastruktur.
“Maka dalam UU ini yang harus diperbaiki orangnya, sistemnya, kebijakannya. Jadi, UU ini harus direvisi sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman,” ujarnya.
Lebih penting lagi, terkait kegempaan banyak pihak yang tidak megetahui akan akibat gempa terhadap konstruksi bangunan.
“Jadi, perlu pembinaan faktual konstruksi tahan gempa,” ujarnya menjelaskan.