Bisnis.com, PEKANBARU--Penyelesaian masalah kebakaran lahan yang terus berulang harus diatasi dengan pendekatan sosial-ekonomi.
General Director Center for International Forestry Research (CIFOR) Peter Holmgren menilai berbagai pemberitaan soal kebakaran lahan yang beredar saat ini terlalu menyederhanakan masalah.
"Terlalu banyak simplifikasi yang dilakukan oleh media massa soal kebakaran lahan. Masalahnya jauh lebih kompleks daripada sekedar membakar dan memadamkan," ujarnya, Jumat (30/8/2013).
Penyelidikan terkait kebakaran lahan seharusnya tidak hanya dilakukan untuk mengusut pelaku. Lebih jauh, penyelidikan harus diarahkan kepada sebab pembakaran lahan.
Peter menjelaskan teknik membakar untuk manajeman lahan (land management) berkelindan erat dengan tradisi dan kemampuan ekonomi masyarakat. Menurutnya, hal tersebut lazim digunakan di berbagai belahan dunia.
"Api biasa digunakan dalam land management di banyak negara. Perbedaannya hanya terletak pada skala dan setting-nya saja," ungkapnya.
Peneliti CIFOR David Gaveau menyebut kebakaran lahan yang kembali terjadi sejak Juni lalu berskala besar. Meski demikian, skalanya masih lebih kecil dibandingkan dengan kebakaran yang terjadi di Indonesia pada periode 1982--1983 dan 1997--1998.
David telah meneliti kebakaran lahan di Indonesia 2 tahun belakangan. Menurutnya, sebagian besar pembakaran dilakukan untuk persiapan lahan perkebunan sawit.
Lebih jauh, dia menyebut bahwa kebakaran yang terjadi tahun ini bukanlah kebakaran hutan, melainkan kebakaran lahan. Pasalnya, lahan yang dibakar bukan merupakan hutan primer.
"Hanya sekitar 10% dari daerah kebakaran yang merupakan hutan. Sejak 5 tahun lalu, daerah-daerah tersebut sudah bukan merupakan hutan lagi," terangnya.
Penyelidikan untuk mengetahui pelaku pembakaran dan pemilik lokasi yang terbakar, lanjutnya, akan sulit dilakukan. Perbedaan peta antara pusat dan daerah menjadi penyebabnya.
"Ada berbagai macam peta yang berbeda-beda dikeluarkan oleh Kemenhut, Kementan, hingga RTRWP dan RTRWK. Batasnya seringkali tidak sama dan akan sulit untuk mengetahui siapa pemilik lahan tersebut," ucapnya. (ra)