Bisnis.com, JAKARTA--Survei Global Corruption Barometer (GCB) menemukan sebanyak 72% warga mengaku korupsi di Indonesia meningkat, 20% tak berubah dan hanya 8% yang menyatakan menurun.
Ketika ditanya tentang upaya pemberantasan korupsi, 65% warga menyatakan belum efektif. Hanya 32% yang menyatakan sudah efektif. Sisanya, tidak yakin efektif atau tidak.
Tiga dari empat orang yang disurvei GCB menyatakan korupsi di negara-negara Asia Tenggara memburuk. Suap dan penyalahgunaan wewenang masih marak.
Sementara lembaga-lembaga yang mestinya memberikan pelayanan, pelindungan, dan supervisi justru memiliki integritas yang buruk. Karena itu, diperlukan upaya lebih keras untuk memperkuat lembaga-lembaga anti-korupsi, memonitor efektivitas reformasi pelayanan publik, dan melibatkan warga dalam upaya melawan korupsi.
GCB merupakan survei yang bertujuan mengukur efektivitas pemberantasan korupsi dan mengidentifikasi sektor-sektor publik yang rawan di setiap negara. Survei ini menanyakan secara langsung kepada publik tentang pengalaman, penilaian, dan peran mereka dalam memberantas korupsi.
Pada 2013, GCB menyurvei 114.000 orang di 107 negara. Dari jumlah itu, 1.000 responden berasal dari Indonesia. Mereka berasal dari Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar, dan Bandung.
Dadang Trisasongko, Sekjen Transparency International Indonesia, mengatakan berkaca dari survei GCB, sulit bagi pemerintah memperbaiki kondisi Indonesia jika KPK terus diganggu dan reformasi lembaga-lembaga publik mengendur.
“Kita membutuhkan dukungan politik yang kuat dalam membenahi parlemen, kepolisian pengadilan, dan lembaga-lembaga pelayanan publik untuk memastikan bahwa alokasi budget dan basic services kepada warga tidak dikorupsi,” ujarnya dalam siaran pers yang diperoleh Bisnis, Selasa (9/7/2013).
Secara global, partai politik, polisi, parlemen, peradilan dan birokrasi merupakan lembaga yang paling korup. Dalam kaitan dengan layanan publik, sebanyak 53% responden menyatakan pernah diminta membayar suap saat berurusan dengan polisi. Sebanyak 30% responden yang berurusan dengan lembaga pengadilan membayar suap.
Kondisi ini juga tercermin di Indonesia, berkaitan dengan pemenuhan pelayanan hak-hak dasar kepada warga. Survei ini menunjukkan masih banyak kutipan yang harus dibayar ketika berurusan dengan lembaga kepolisian, pengadilan, perizinan usaha, pertanahan, pendidikan, dan kesehatan.
Meski begitu, responden masih sangat optimistis melawan korupsi. Sembilan dan sepuluh responden bersedia terlibat melawan korupsi, 2/3 di antaranya berkomitmen untuk menolak suap.