BISNIS.COM, JAKARTA--Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi hari ini kembali menggelar reka ulang atau rekonstruksi di enam lokasi, untuk menyidik kasus tindak korupsi suap dana bansos di Pengadilan Tipikor Bandung.
Enam lokasi itu, yakni rumah pribadi Walikota Bandung Dada Rosada, kantor Walikta Bandung Dada Rosada, rumah Sareh Wiyono, mantan Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat.
Kemudian, di Hotel Topaz Bandung, money changer Dollarindo, Vienetienne Karaoke, dan Villa di Jalan Ujung Berung, Jawa Barat.
Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan rekonstruksi dilakukan untuk mengetahui proses dari dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus suap tersebut.
"Untuk mengetahui jalur peredaran uang, dan prosesnya, maka dilakukan rekonstruksi ini," ujar Johan Budi di Jakarta hari ini, Kamis (04/7/2013).
Dia mengatakan hingga saat ini ada total tujuh lokasi yang sudah direkonstruksi, setelah kemarin penyidik juga sudah merekonstruksi Pengadilan Tipikor Pemkot Bandung.
Proses rekonstruksi, katanya, belum dapat dipastikan kapan akan diakhiri. Pasalnya, jika penyidik menilai pencarian bukti sufah cukup dari hasil rekonstruksi hari ini, maka rekonstruksi akan dituntaskan hari ini.
Namun, jika dinilai masih diperlukan, maka rekonstruksi akan dilanjutkan kembali besok.
Dalam kasus yang diperkirakan merugikan negara hingga Rp66 miliar itu, KPK sebelumnya sudah menetapkan empat tersangka, yakni Setyabudi Tedjocahyono Wakil PN Bandung Pemkot Bandung, Herry Nurhayat (Plt Kadis Pendapatan Daerah Kota Bandung), Asep Triyana (perantara pemberi suap), Toto Hutagalung (pengusaha).
Kepada Asep Triyana dan Herry Nurhayat disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) atau Pasal 6 ayat (1) atau Pasal 13 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 KUHP.
Sementara itu, Setyabudi TejoCahyono disangkakan Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 11 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 KUHP.
Sedangkan Toto Hutagalung, disangkakan pasal 5 ayat (1) atau Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.