Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Headlines Koran: Defisit Belum Teratasi, 16 Saham IPO Cetak Gain 28%

BISNIS.COM, JAKARTA—Sejumlah media hari ini, Selasa (2/7/2013)  menyoroti sejumlah isu utama, seperti ketidakmampuan pemerintah mengatasi defisit perdagangan dan potensi merosotnya industri nasional akibat berbagai kebijakan.

BISNIS.COM, JAKARTA—Sejumlah media hari ini, Selasa (2/7/2013)  menyoroti sejumlah isu utama, seperti ketidakmampuan pemerintah mengatasi defisit perdagangan dan potensi merosotnya industri nasional akibat berbagai kebijakan.

Di sisi lain, beberapa perusahaan yang mencatatkan saham perdananya meraup gain cukup tinggi.

Defisit Belum Teratasi

Badan Pusat Statistik masih mencatat terjadinya defisit perdagangan Indonesia periode Januari-Mei 2013 sebesar US$2,53miliar. Khusus Mei 2013, defisit perdagangan US$590,4 juta. Di sisi lain, kinerja ekspor Januari-Mei turun dibandingkan tahun lalu (KOMPAS).

Rupiah Mainan Dana-dana Panas

Tekanan terhadap neraca perdagangan Indonesia tak kunjung pulih. Kondisi ini yang membuat nilai tukar rupiah sulit bangkit (KONTAN).

Kebijakan Pemerintah Bunuh Industri Nasional?

Kalangan pengamat menilai rentetan kebijakan pemerintah mulai dari kenaikan tarif listrik sebesar 15%, BBM 44%, upah minimum provinsi 30%, seretnya pasokan gas, pajak usaha kecil, hingga rumitnya perizinan benar-benar berpotensi “membunuh” industri nasional secara massal. Rentetan kebijakan tersebut diyakini bakal membuat daya saing industri dalam negeri makin terperosok ke jurang keterpurukan (NERACA).   

16 Saham IPO Cetak Gain 28%

Sebanyak 16 saham perusahaan yang dilepas ke publik melalui penawaran saham perdana (IPO) pada semester I-2013 rata-rata mencetak capital gain 28.9% hingga year to date dan 10% hingga hari kedua perdagangan. Gain saham IPO lebih tinggi dari indeks harga saham gabungan  dan indeks 45 saham paling likuid yang masing-masing hanya menguat 10,67% dan 8,12% dari awal Januari sampai 2 Juli 2013 (Investor Daily)

Bank Selektif Salurkan Kredit ke Sektor Batu bara

Sejumlah bank mengaku lebih selektif menyalurkan kredit ke sektor pertambangan, khususnya batu bara, mengingat harga komoditas pertambangan yang cenderung turun karena perlambatan ekonomi global. Menurut direksi bank kebijakan ini bukan dipengaruhi oleh langkah institusi keuangan global yang menahan pembiayaan ke sektor batu bara yang dinilai kurang ramah lingkungan (INDONESIA FINANCE TODAY).   

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nurbaiti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper