BISNIS.COM, JAKARTA— Kasus kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan dan anak makin marak, dan jumlahnya berfluktuasi setiap tahunnya.
Menurut data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP&PA), angkanya berfluktuasi. Pada 2010 kasus yang dilaporkan sebanyak 15.648 kasus, tapi pada 2011 turun menjadi 11.089 kasus. Dan pada 2012 naik lagi menjadi 18.718 kasus.
"Fluktuasi naik turunnya kasus yang dilaporkan ini, perlu diwaspadai dan dicari penyebabnya," kata Linda Amalia Sari Gumelar, Menteri KPP&PA, saat membuka Rakornas Pusat Pelayanan Terpadu PP-PA (P2TP2A) di Jakarta, Jumat (28/6/2013).
Menurut Linda, perlu dicari penyebabnya apakah karena masih belum optimalnya penerapan sistem pencatatan dan pelaporan, atau aparat di lapangan masih belum seluruhnya melaporkan.
"Atau Karena memang terjadi keengganan masyarakat untuk melaporkan kasus yang dialaminya, atau di wilayah mereka belum ada lembaga yang menyediakan layanan bagi mereka," ungkapnya dalam rakornas yang diikuti oleh 180 orang dari Badan PP&PA dari 33 provinsi di Indonesia.
Linda menuturkan dari data tersebut, tidak terjadi tren perubahan yang signifikan dari karakteristik korban kekerasan dari tahun ke tahun. Misalnya pada 2012, korban terbesar adalah perempuan (86%). Korban usia anak (35%), dan usia di atas 25 tahun atau perempuan dewasa (46%).
Korban dari tingkat pendidikan SLTA sebanyak 35%, bekerja (63%), dan menikah (55%). Sedangkan kekerasan yang dialami sebagian besar berupa kekerasan fisik sebanyak 47%, dan tempat terjadinya terbesar di rumah tangga (45%).
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, kata Linda, Kementerian PP&PA secara aktif melakukan koordinasi dan berjejaring secara kuat dengan seluruh mitra kerja, baik di tingkat nasional maupun pemerintah daerah asal korban.
Salah satunya, lanjut dia, melalui Rakornas P2TP2A 2013 ini, yang dihadiri oleh kementerian/lembaga terkait, serta pengelola P2TP2A yang telah terbentuk di tingat provinsi, kabupaten/kota.
"Rakornas untuk meningkatkan kelembagaan P2TP2A dalam upaya perlindungan perempuan dan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak, untuk mewujudkan kesetaraan gender," ungkapnya. (ltc)