BISNIS.COM, MAKASSAR--Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam satu dekade terakhir paling stabil apabila dibandingkan dengan negara lain.
Dalam outlook Bank Dunia yang dikeluarkan 2 minggu lalu, kata Mahendra, pertumbuhan ekonomi global tahun depan diturunkan. Hanya outlook pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap pada 6,2%.
"Indonesia negara yang tumbuh paling stabil dalam 10 tahun terakhir dengan deviasi hanya 0,9. Kalau ini bisa kita jaga hingga melewati Pemilu 2014, maka segalanya akan jadi sangat kuat," katanya di Makassar, Selasa (26/6/2013).
Deviasi pertumbuhan Indonesia (2000-2010) itu di atas Australia (1,0), Portugal (1,5), Norwegia (1,6), Perancis (1,6), Selandia Baru (1,7), Belgia (1,7), Swiss (1,8), Kanada (1,8), dan India (1,9).
Ketika dunia dilanda krisis finansial pada 2009, Indonesia masih mampu mempertahankan pertumbuhan 4,6% dan setahun kemudian naik 6,2%.
Hal itu juga didukung oleh Indeks Kepercayaan Konsumen Nielsen menyebut konsumen Indonesia salah satu yang paling percaya diri pada kuartal I/2013.
Data Nielsen menunjukkan indeks kepecayaan konsumen Indonesia menjadi 122 atau naik 5 poin dari posisi kuartal IV/2012.
Di bawah Indonesia ada India (120), Filipina (118), Thailand (115), Brasil (112), UEA (108), China (108), Hong Kong (108), Malaysia (107), Norwegia (105), dan Kanada (102).
"Apalagi ini didukung kepercayaan investor yang tinggi. Apabila konsumen dan investor sama-sama percaya diri, maka ekonomi kita tumbuh sehat," tambahnya dalam acara Business Gathering Eximbank Indonesia di Hotel Sahid, Makassar.
Riset The Economist menunjukkan Indonesia adalah 3 besar negara tujuan investasi di Asia pada 2013 di bawah China dan India.
Adapun secara global, berdasar data United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) Juli 2012, Indonesia menempati peringkat 4 sebagai negara tujuan investasi.
Mahendra juga percaya bahwa gejolak sementara saat ini yang menerpa pasar finansial dan rupiah akibat rencana penghentian stimulan quantitative easing (QE) III oleh bank sentral AS justru jadi sinyal bagus bagi eksportir.
"QE adalah obat penahan rasa sakit untuk pasar AS. Artinya kondisinya sendiri lebih kronis," katanya. Dana segar yang digelontorkan itu juga masuk ke pasar Indonesia dan mengakibatkan harga surat berharga naik tajam.
Sebagian pelaku pasar, katanya, terlanjut ketagihan dengan stimulan dari Negeri Paman Sam ini. Ketika The Fed mengumumkan akan menarik stimulan, pelaku pasar jadi panik. "Secara fundamental ini sebenarnya bagus, sektor riil AS sudah jalan," tambah Mahendra.