BISNIS.COM, MAKASSAR--Forum perdamaian Centrist Asia-Pacific Democrats International (CAPDI) menyerukan agar semua pihak bekerja untuk memitigasi ketegangan di kawasan Asia-Pasifik.
Pada hari terakhir konferensi 2 hari CAPDI, Selasa (21/5/2013), dihasilkan Deklarasi Makassar yang berisi 21 poin yang mendorong dialog konstruktif antara pemerintah, partai politik, masyarakat sipil, dan akademisi.
Pertahanan nasional tidak didasarkan pada kontrol kekuatan dan kepemilikan senjata, melainkan penguatan kerjasama ekonomi, sosial, dan budaya.
"Deklarasi Makassar merupakan kumpulan ide-ide dan langkah-langkah yang akan diambil di bawah kepemimpinan Bapak Jusuf Kalla," kata Makarim Wibisono selaku ketua acara konferensi. Deklarasi itu ditandatangani 42 tokoh peserta konferensi CAPDI yang diselenggarakan di Makassar, 19-21 Mei 2013.
Para tokoh itu antara lain Perdana Menteri Kamboja Samdech Techno Hun Sen, mantan Presiden Filipna Fidel V. Ramos, Jusuf Kalla, Sok An, Agung Laksono, Madhav Kumar Nepal, Makarim Wibisono, dan James Mancham.
Mereka yakin perdamaian, stabilitas dan kemakmuran di kawasan Asia-Pasifik tergantung pada lingkungan regional yang kondusif.
"Kami percaya bahwa fokus dari upaya kami di tahun-tahun ini harus segera diwujudkan untuk mempromosikan perdamaian dan rekonsiliasi, serta memerangi penyebab perubahan iklim demi memberdayakan lebih banyak masyarakat di Asia-Pasifik dan dunia," ungkap Deklarasi Makassar.
Sekalipun CAPDI berupaya membantu untuk meyelesaikan konflik, tetapi organisasi ini menolak bentuk-bentuk intervensi. CAPDI, katanya, harus menghormati prinsip koeksistensi bahkan antara pihak yang bertikai.
Ke-21 prinsip yang ditelurkan dalam Deklarasi Makassar terbagi dalam tujuh isu, yakni ideologi, politik, ekonomi dan lingkungan, masalah sosial, budaya dan pendidikan, pertahanan, dan keamanan.
CAPDI menilai partai politik dan masyarakat sipil memiliki peran penting dalam mempromosikan pembangunan sosial dan menciptakan stabilitas serta mewakili aspirasi rakyat.
"Ini organisasi yang unik, bukan organisasi pemerintah bukan pula NGO. CAPDI terdiri dari pemimpin formal, masyarakat, politisi dan forum sosial," kata Ketua CAPDI Jusuf Kalla.
Mereka juga sepakat membentuk dewan bisnis dalam CAPDI sebagai bagian dari struktur organisasi untuk mempromosikan peluang bisnis di kawasan Asia-Pasifik dan mendapat manfaat dari pengalaman dari kawasan lain.
"Kami melihat ada banyak tantangan ke depan, maka struktur organisasi diperkuat," kata Makarim. Selain menambah beberapa jabatan, fungsi riset akan lebih dikembangkan.
Hasil rapat pleno memutuskan untuk menunjuk tiga universitas di Indonesia sebagai lembaga developing cooperation untuk CAPDI di kawasan Asia Pasifik.
Mereka adalah Universitas Indonesia, Universitas Hasanudin, dan Universitas Paramadina. Ketiganya ditunjuk sebagai pusat riset dan pengembangan, sekaligus lembaga pemikir untuk mencapai tujuan CAPDI.
Sementara itu, Jusuf Kalla dipilih kembali secara aklamasi untuk memimpin CAPDI. "Kami ingin seorang pemimpin politik yang juga memahami ekonomi dan paham strategi ekonomi," kata mantan ketua parlemen Filipina Jose de Venecia, jr.
Pendiri CAPDI itu juga menyebut sosok Kalla memiliki semangat sebagai pencipta perdamaian. Hal itu dibenarkan oleh Mushahid Hussain Sayed, senator Pakistan dan sekretaris jenderal CAPDI. "Kami melihatnya dari rekam jejak, pengalaman, dan keahlian beliau saat menjadi wakil presiden dan model rekonsiliasi dalam kasus Aceh," katanya.
Jusuf Kall selaku ketua Palang Merah Indonesia (PMI) tercatat melakukan upaya rekonsiliasi untuk konflik Hinddu-Muslim Rohingnya di Myanmar dan aktif membantu rakyat Palestina.