BISNIS.COM,JAKARTA – Negara-negara di Asia Pasifik masih menunjukkan keyakinan pada sistem perdagangan multilateral di tengah maraknya kerja sama perdagangan bilateral, menyusul kebuntuan perundingan Putaran Doha.
Pertemuan menteri perdagangan anggota Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) atau the Ministers Responsible for Trade (MRT) di Surabaya selama 20-21 April menegaskan dukungan mereka terhadap Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang menaungi sistem perdagangan multilateral.
Delegasi dari 21 negara di Asia Pasifik itu sepakat menggulirkan kembali negosiasi Putaran Doha atau Doha Development Agenda (DDA) dengan fokus pada tiga isu yang dapat memenuhi aspirasi negara maju, negara berkembang dan negara kurang berkembang (least-developed countries/LDCs).
Pertama, paket LDCs (LDCs Package) untuk mengakomodasi kepentingan negara kurang berkembang agar memiliki kesempatan yang adil dalam perdagangan global sehingga mereka mampu mengembangkan perekonomian sesuai kondisi khusus yang dihadapi.
Beberapa elemen yang sedang dipertimbangkan untuk masuk ke dalam paket ini mencakup bebas tarif-bebas kuota (duty free-quota free), ketentuan penerapan special and differential provision, asistensi di sektor kapas dan penghapusan subsidi sektor kapas di negara maju.
Kedua, fasilitasi perdagangan (trade facilitation) yang mengundang komitmen negara maju memberikan pengembangan kapasitas (capacity building) misalnya di bidang kepabeanan, dan sebaliknya komitmen negara berkembang dan LDCs melaksanakan kewajiban setelah memperoleh bantuan.
Ketiga, isu pertanian yang menyangkut usulan G33 mengenai public stockholding for food security, yang meminta pengecualian dari komitmen penghapusan subsidi, khusus bagi akuisisi stok pangan yang bertujuan mendukung produsen berpenghasilan rendah atau miskin serta akuisisi stok pangan pada harga subsidi yang dibeli produsen berpenghasilan rendah dalam rangka mengatasi kelaparan dan kemiskinan di pedesaan.
Ketiga isu yang disebut Paket Bali atau Bali Package ini akan dibawa ke forum Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke 9 WTO di Bali pada Desember.
Keseluruhan paket itu tercermin dalam empat poin pernyataan bersama menteri perdagangan anggota APEC, yakni melanjutkan dukungan terhadap sistem perdagangan multilateral, melanjutkan pencapaian Bogor Goals, memperjuangkan pertumbuhan berkelanjutan melalui kesetaraan dan mempromosikan konektivitas.
Menteri Perdagangan RI Gita Wirjawan yang bertindak sebagai pemimpin sidang selama pertemuan menyampaikan kesepakatan dalam APEC akan menjadi dorongan kuat bagi anggota WTO untuk mengatasi kebuntuan Putaran Doha sejak 2008.
Pasalnya, ekonomi APEC mewakili 55% atau US$43,9 triliun dari seluruh produk domestik bruto (PDB) dunia dan 44% atau US$20,4 triliun dari total perdagangan global.
“Secara konsensus, APEC merasa tidak ada divergence (perbedaan) sama sekali. Justru ini sangat menyatu untuk mengedepankan semangat-semangat multilateral. Justru sekarang bagaimana menggunakan ini sebagai modal,” katanya seusai menutup MRT Meeting di Surabaya, Minggu (21/4).
Menurutnya, APEC sudah cukup solid mengenai paket LDCs, fasilitasi perdagangan dan isu pertanian. Pekerjaan selanjutnya adalah melakukan pendekatan terhadap negara lain di luar anggota APEC menjelang KTM WTO.
Kendati demikian, tutur Gita, perdagangan bilateral dan perdagangan multilateral tetap merupakan dua sistem yang bersifat komplementer.
Seperti diketahui, sejak Putaran Doha mandek yang berujung pada ketidakpercayaan pada WTO, bergulir kerja sama perdagangan bilateral yang dilakukan banyak negara.
Deputi Dirjen WTO Alejandro Jara mengemukakan keputusan para menteri perdagangan APEC akan memberikan dukungan politis dan memulihkan kepercayaan dunia terhadap sistem perdagangan multilateral di bawah naungan WTO.
“Dengan skala ekonomi anggota yang besar, hasil nyata APEC akan memberikan pengaruh yang luar biasa bagi deklarasi di Bali nanti. Jika APEC berhasil, ini akan mendorong dan memengaruhi yang lain,” katanya.
Putaran Doha bertujuan meliberalisasi perdagangan global agar ekspor dan impor lebih mudah dan murah, dengan menekankan perbaikan ekonomi negara berkembang.
Namun, produsen domestik mencemaskan dampak liberalisasi aturan perdagangan dan proteksi terhadap industri mereka. Mereka menginginkan peluang ekspor yang lebih besar sebagai kompensasi.
Para perunding semakin menemui kesulitan mencapai kesepakatan perdagangan produk pertanian dan manufaktur. Sisi pertanian buntu karena Amerika Latin misalnya meminta akses lebih mudah, khususnya untuk pisang, ke Eropa, tetapi produsen Afrika, Karibia dan Pasifik menolak.
Pada saat yang sama, negara berkembang berpikir bahwa mereka diminta membuka akses terlalu banyak bagi produk manufaktur.
“Doha Round harus diselesaikan dengan cara yang seimbang,” kata Jara.
PERDAGANGAN MULTILATERAL Masih Disukai Negara Asia Pasifik
BISNIS.COM,JAKARTA – Negara-negara di Asia Pasifik masih menunjukkan keyakinan pada sistem perdagangan multilateral di tengah maraknya kerja sama perdagangan bilateral, menyusul kebuntuan perundingan Putaran Doha.Pertemuan menteri perdagangan anggota
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Konten Premium