BISNIS.COM, JAKARTA—Mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Periode 2006-2012 Joyo Winoto tidak bersedia memberikan penjelasan soal sertifikat lahan untuk proyek sarana dan prasarana olah raga Hambalang.
Joyo diperiksa oleh penyidik KPK sekitar 3 jam (10.00-13.00 WIB) pada Kamis (11/4/2013) sebagai saksi atas Andi Alfian Mallarangeng, Deddy Kusdinar, dan Teuku Bagus Muhammad Noor.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Andi Mallarangeng, Deddy, dan Teuku Bagus sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang.
“Saya cuma diperiksa sebagai saksi buat AAM [Andi Alfian Mallarangeng], DK [Deddy Kusdinar], dan TBMN [Teuku Bagus Muhammad Noor]. Soal materi pemeriksaan silakan ditanyakan kepada pemeriksa. Sudah, terima kasih ya," ujar Joyo seusai diperiksa KPK hari ini, Kamis (11/4/2013).
Joyo tidak berkomentar banyak soal materi pemeriksaan penyidik KPK terhadap dirinya.
Dia tidak memberikan pernyataan apapun terkait dugaan pelanggaran dalam pengurusan sertifikat tanah proyek Hambalang.
Mantan anak buahnya, Sekretaris Utama BPN Managam Manurung juga diperiksa penyidik KPK. Berbeda dengan Joyo, Manurung lebih kooperatif dengan wartawan, memberikan beberapa penjelasan soal sertifikat lahan.
Usai diperiksa selama tiga jam, Managam mengaku pemeriksaan kali ini menyangkut soal sertifikat Hambalang dan sudah menjelaskan kepada penyidik KPK bahwa masalah sertifikat sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Hanya clearing saja pemeriksaan sebelumnya. Mengenai proses penerbitan SK, hak paten. Kita sudah jelaskan sudah sesuai ketentuan material dan formal, sesuai aturan,” ujarnya.
Saat ditanya kaitan Mantan Kepala BPN Joyo Winoto dengan sertifikat Hambalang, Managam menjawab bahwa Joyo adalah atasannya, sehingga proses dari bawah, maka penyelesaiannya ada di pimpinan. “Jadi setelah di tandatangan SK-nya, itu sudah tinggal didaftar di Deprtamen Pertanahan Kabupaten Bogor.”
Kendati jadual pemeriksaan sama, tetapi Joyo dan Managam diperiksa dalam ruang berbeda. Managam menuturkan pemeriksaan antara dirinya dan Joyo di ruangan berbeda.
Dia mengakui tidak mengetahui soal pertemuan antara Anas Urbaningrum dengan Joyo. Namun, Managam mengakui pernah diminta bantuan oleh anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat Ignatius Mulyono untuk mengurus sertifikat Hambalang.
"Saya mendapatkan telepon dari Pak Mulyono. Itu karena dimintakan tolong oleh Pak Anas selaku pimpinan beliau. Pak Mul itu adalah mitra kerja BPN dengan Komisi II DPR. Jadi mungkin Pak Anas berpikir supaya memudahkan yang ada mitranya dengan BPN," jelasnya.
Managam pun membantah ada uang pelicin diberikan buat mempercepat pengurusan dan penerbitan sertifikat proyek Hambalang.
"Kita tidak ada aliran duit di BPN. Saya nyatakan itu. Saya sekecil apapun tidak pernah menerima sebagai imbalan untuk hak tanah Hambalang. Tidak ada itu," ujarnya.
Kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor, Jawa Barat masih terus dikembangkan oleh KPK yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp243 miliar ini.
Proyek Hambalang awalnya digagas oleh Direktorat Jenderal Olahraga, Departemen Pendidikan Nasional pada 2003-2004. Saat itu, pemerintah merasa perlu memiliki sebuah pusat pendidikan dan pelatihan olahraga dalam rangka persiapan pembinaan atlet nasional bertaraf internasional, dan disepakati dengan nama Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar Nasional (PLOPN).
Bukit Hambalang, Kabupaten Bogor, mulanya bukan tempat pilihan satu-satunya. Berdasar kajian verifikasi 2004, ada lima lokasi yang dipilih saat itu, yakni Karawang, Cariu (Bogor), Cibinong, Cikarang, dan Bukit Hambalang.