BISNIS.COM JAKARTA--Organisasi pembaruan hukum pada sumber daya alam, Huma, menilai sedikitnya terdapat empat keterbatasan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam penyelesaian konflik agraria di Tanah Air sehingga masalah tersebut tak kunjung terselesaikan.
Hal itu disampaikan Siti Rakhma Mary, dari Badan Pelaksana Program Resolusi Konflik Huma, dalam presentasinya yang dikutip pada Minggu, (17/3). Dia memaparkan akar konflik agraria pada masa Reformasi adalah pemberian izin terhadap perusahaan ekstraktif skala luas secara berkelanjutan.
Dia menuturkan pelbaga upaya dilakukan baik dari masyarakat, perusahaan hingga pemerintah untuk menyelesaikan konflik agraria. Mary memaparkan salah satunya adalah BPN yang juga memiliki keterbatasan.
"Keterbatasan BPN adalah tidak dapat menyelesaikan sengketa dan konflik di kawasan hutan," kata Mary dalam keterangannya. "Konflik kepentingan, yakni BPN menjadi bagian dari pihak yang bersengketa."
Sedangkan keterbatasan lainnya adalah lemahnya peranan dan kewenangan deputi-deputi di lembaga pertanahan tersebut dalam menyelesaikan konflik agraria. Dan terakhir, prosesnya birokratis dan berbelit-belit.
Huma menilai pemberian izin perusahaan skala besar itu khususnya adalah untuk perusahaan kelapa sawit. Mary mengatakan ekspansi lahan secara global di sektor perkebunan itu sepanjang 1975-2005 telah mencapai sekitar 13, 1 juta hektar.
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) sebelumnya menilai BPN memiliki beban politik yang besar sehingga reformasi di sektor agraria memasuki masa kritis dan mengkhawatirkan. Hal itu ditambah dengan semakin besarnya tuntutan publik atas penyelesaian konflik lahan.
Peneliti Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sidik Suhada mengatakan konflik agraria terus saja memanas di sektor perkebunan, kehutanan, serta pertambangan.
Padahal, paparnya, BPN memiliki pemimpin yang baru diganti pada tahun lalu. Tampuk kepemimpinan itu diserahkan mantan Kepala BPN Joyo Winoto kepada bekas Jaksa Agung, Hendarman Supandji.
Dia memaparkan di sisi internal sendiri Hendarman perlu beradaptasi, sementara beban politik pemerintah atas BPN juga tak bisa dianggap kecil. (if)