Cari berita
Bisnis.com

Konten Premium

Bisnis Plus bisnismuda Koran Bisnis Indonesia tokotbisnis Epaper Bisnis Indonesia Konten Interaktif Bisnis Indonesia Group Bisnis Grafik bisnis tv

Beban Politik BPN Hambat Reformasi Agraria

JAKARTA: Badan Pertanahan Nasional |(BPN) dianggap memiliki beban politik yang besar sehingga  reformasi di sektor agraria memasuki masa kritis dan mengkhawatirkan. Hal itu ditambah dengan semakin besarnya tuntutan publik atas penyelesaian konflik
News Writer
News Writer - Bisnis.com 20 Februari 2013  |  13:48 WIB
Beban Politik BPN Hambat Reformasi Agraria

JAKARTA: Badan Pertanahan Nasional |(BPN) dianggap memiliki beban politik yang besar sehingga  reformasi di sektor agraria memasuki masa kritis dan mengkhawatirkan. Hal itu ditambah dengan semakin besarnya tuntutan publik atas penyelesaian konflik lahan.

Peneliti Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sidik Suhada mengatakan konflik agraria terus saja memanas di sektor perkebunan, kehutanan, serta pertambangan. Padahal, paparnya, BPN memiliki pemimpin yang baru diganti pada tahun lalu. Tampuk kepemimpinan itu diserahkan mantan Kepala BPN Joyo Winoto kepada bekas Jaksa Agung, Hendarman Supandji.

Dia memaparkan di sisi internal sendiri Hendarman perlu beradaptasi, sementara beban politik pemerintah atas BPN juga tak bisa dianggap kecil.

"Tekanan Presiden untuk memenuhi target-target politik pencitraan pemerintahan turut membebani pundak Kepala BPN RI baru. Momentum politik pelaksanaan reforma agraria kini memasuki tahap kritis yang mengkhawatirkan," katanya dalam situs KPA di Jakarta, pada Rabu (20/02/2013).

Selain itu, Sidik memaparkan, BPN memiliki koordinasi yang cukup rumit dengan lintas lembaga terkait dengan persoalan lahan. Hal itu juga ditambah dengan tuntutan rakyat di sejumlah daerah yang menginginkan konflik lahan agar diselesaikan segera, sekaligus dilakukan redistribusi tanah.

KPA mencatat total area konflik agraria sepanjang 8 tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencapai 2,399 juta hektar dengan tidak adanya penyelesaian yang komprehensif hingga kini. Sebanyak 731.342 kepala keluarga harus menghadapi ketidakadilan berkepanjangan.

Tindakan represif merupakan cara yang dipilih pemerintah dan perusahaan. Hal itu mengakibatkan sekitar 941 orang ditahan, 396 luka-luka, 63  di antaranya mengalami luka serius akibat peluru aparat, serta 44 orang meninggal dunia.

Oleh karena itu, KPA menyatakan  kini saatnya publik terus mengkritisi kebijakan-kebijakan yang dijalankan oleh BPN dan sekaligus melakukan konsolidasi.  "Pembacaan ulang situasi dan kondisi agraria di lapangan perlu dilakukan, serta dinamika politik yang melingkupinya," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :

pertambangan kehutanan BPN reformasi agraria pertanahan kpa sidik suhada perkebunan

Sumber : Anugerah Perkasa

Editor : Others

Artikel Terkait



Berita Lainnya

    Berita Terkini

    back to top To top