BALIKPAPAN--Penerapan upah minimum provinsi (UMP) Kalimantan Timur masih menunggu keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas gugatan mekanisme pengambilan keputusan.
Kepala Divisi Hubungan Industrial dan Advokasi Apindo Kaltim Satrio Adjie mengatakan pihaknya akan mengikuti aturan hukum yang berlaku. Namun, pihaknya juga memiliki hak untuk menunggu keputusan gugatan yang diajukan kepada PTUN.
“Kami akan taat hukum. Tetapi kami juga memiliki hak dalam menjalankan hal tersebut,” kata Satrio, Kamis (27/12/2012).
Pengajuan gugatan tersebut menjadi satu paket dengan penundaan pembayaran upah sesuai dengan UMP. Setelah keputusan tersebut keluar, pihaknya akan mengikuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sebelumnya, Ketua Apindo Kaltim Slamet Brotosiswoyo mengatakan gugatan tersebut diajukan untuk mencari bukti apakah mekanisme yang diambil dalam penetapan keputusan UMP tersebut benar.
Nantinya, pihaknya siap mengawal apapun keputusan yang dikeluarkan oleh PTUN tersebut.
Plt Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Sosial (Disnakersos) Kota Balikpapan Amin Latief mengatakan pihaknya telah melakukan sosialisasi terkait penerapan UMK yang baru. Dengan menggandeng seluruh elemen dari pemerintah, pengusaha dan serikat pekerja dirinya berharap ada kesamaan persepsi terkait UMK.
“Agar tidak ada salah persepsi yang bisa menyebabkan terjadinya masalah di kemudian hari,” tambahnya.
Kendati UMP masih digugat ke PTUN oleh Apindo Kaltim, Amin berpendapat hal tersebut tidak mengganggu penerapan UMK di Balikpapan. Pihaknya pun belum menerima pengajuan penundaan pembayaran dari perwakilan pengusaha.
Disnakersos Kota Balikpapan, bekerja sama dengan pelaku usaha dan pekerja, akan terus memantau melalui tim deteksi dini yang bekerja di lapangan. Gejolak ataupun permasalahan yang mungkin timbul akibat penerapan UMK yang baru seperti kecemburuan sosial dan naiknya harga barang.
Mengenai kemungkinan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK), Amin mengungkapkan belum ada pengajuan yang masuk ke Disnakersos Kota Balikpapan. Efisiensi yang dilakukan, tambahnya, berupa efisiensi internal seperti penghematan pada pos yang dianggap bisa ditekan.
“Misalnya pengurangan jam kerja, atau pengurangan lembur. Masih efisiensi pada hal ini dan belum ada yang mengajukan PHK,” ucapnya.
Perusahaan yang terkena dampak terbesar akibat naiknya UMP tersebut diyakini berasal dari perusahaan-perusahaan skala kecil pada sektor industri, jasa dan perdagangan. Keterbatasan jumlah modal yang dimiliki pengusaha menjadi alasan terbatasnya gaji yang harus dibayarkan kepada karyawan. (K46)