BALIKPAPAN: Usulan penetapan upah minimum kota (UMK) Balikpapan yang diajukan oleh walikota kepada Gubernur Kalimantan Timur sebesar Rp1,72 juta diperkirakan tidak akan mengerek tingkat inflasi dengan syarat kelancaran pasokan barang bisa dikendalikan pemerintah.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Tutuk SH Cahyono berpendapat kenaikan pendapatan secara langsung akan meningkatkan daya beli konsumen. Untuk itu, ketersediaan barang yang hampir 98% dipasok dari luar daerah harus dijamin kelancarannya karena akan memengaruhi stabilitas harga di pasar.
“Kalau permintaan besar yang harus diperhatikan kelancaran suplainya karena ketika permintaan tidak diimbangi dengan suplai yang memadai,” ujarnya, Selasa (27/11) malam.
Hingga Oktober 2012, tingkat inflasi Kota Balikpapan secara tahunan (year on year) tercatat mencapai 5,44%. Angka ini lebih rendah apabila dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya yang tingkat
inflasinya di atas 7%. Tutuk memprediksi pada 2013, tingkat inflasi kota berada pada kisaran 6% ± 1%.Dia menambahkan kenaikan UMK justru akan berpengaruh pada tingkat produktifitas tenaga kerja karena perusahaan akan menuntut produksi yang lebih tinggi. Selain itu, perusahaan juga dituntut kreatif dalam menjalankan aktifitas usaha sehingga bisa memberikan nilai tambah yang mampu memacu pendapatan.
Kendati demikian, pihaknya juga mengkhawatirkan peningkatan pendapatan yang bersifat konsumtif sehingga tidak memengaruhi produktifitas. Dia mengharapkan agar perilaku ini bisa ditekan sehingga peningkatan pendapatan akan berdampak pada peningkatan daya saing.
Adapun Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Balikpapan Doddy Achadiyat mengatakan perusahaan akan mencari tenaga kerja yang memiliki produktifitas tinggi sebagai upaya efisiensi. Pihaknya menyebutkan siap merumahkan 15% tenaga kerja yang tidak produktif agar efisiensi bisa tercapai.
“Ini sebagai upaya pelaku usaha agar bisa tetap eksis. Peningkatan standar upah yang mencapai 40% lebih ini tentu harus disiasasti sedemikian rupa agar tidak menjadi masalah terhadap keberlangsungan usaha,” tuturnya.
Kendati demikian, perumahan tenaga kerja tersebut tidak serta merta dilakukan tanpa ada evaluasi lanjutan terhadap kinerja para pekerja. Doddy menyebutkan penilaian secara berkala yang dilakukan oleh masing-masing perusahaan bisa menjadi dasar bagi pelaku usaha untuk melakukan kebijakan pemangkasan tenaga kerja tersebut. (arh)