Bila Antipater Sidon yang hidup sekitar tahun 140 SM tidak mempunyai 'hobi' membuat semacam daftar hal-hal yang spektakuler, bisa jadi kita tidak mengenal apa yang disebut Keajaiban Dunia.
Dalam sebuah puisinya, sastrawan dari Yunani itu menulis: Aku telah melihat tembok Babilonia yang agung yang di atasnya terbentang jalanan untuk kereta-kereta perang, dan patung Zeus di Alfeus, dan taman-taman gantung, dan Kolosus Matahari, dan karya besar yang membangun piramida-piramida tinggi, serta kuburan yang besar dari Mausolus.Dia melanjutkan: Namun, ketika aku melihat rumah Artemis yang menjulang ke awan-awan, yang lain itu semuanya kehilangan keindahannya, dan aku berkata, 'Tengoklah, selain Olympus, Matahari tidak pernah lagi melihat apa pun yang sedemikian agung.Antipater dari Sidon, yang hidup pada abad ke-2 SM, adalah sorang penulis Yunani. Dia melakukan perjalanan dan mencatat tujuh keajaiban dunia. Keajaiban dunia yang dia cantumkan adalah arsitektur monumental atau patung raksasa. Dia hanya mencatat keajaiban dunia yang terdapat di daerah yang sudah dikenal oleh orang Yunani kuno.Daftar bersejarah yang dibuatnya sungguh monumental, tak lekang oleh waktu. Bahkan kini dikemas menjadi proyek dunia yang ambisius dengan kompetisi antarnegara yang sangat ketat.Setelah umat manusia mengenal keajaiban dunia kuno, keajaiban dunia pertengahan, kini hadir Tujuh Keajaiban Dunia Baru. Ia merupakan sebuah proyek yang berusaha mengembalikan konsep Tujuh Keajaiban Dunia dengan daftar keajaiban modern. Pelaksananya adalah Yayasan New7Wonders.Di Lisbon, Portugal pada 7 Juli 2007 misalnya, mereka mengumumkan tujuh pemenang yaitu Tembok Besar (China), Petra (Yordania), Patung Kristus Penebus (Brazil), Machu Picchu (Peru), Chichen Itza (Meksiko), Colosseum (Italia), dan Taj Mahal (India).Menyoal Tujuh Keajaiban Dunia Baru tak mungkin tanpa menyebut kiprah pendirinya, Bernard Weber yang kariernya sungguh berwarna. Beda dengan Antipater dari Sidon yang hidup pada era Yunani kuno.Weber adalah pembuat film, kurator museum, penerbang, dan penjelajah. Fasih dalam lima bahasa, pria Kanada yang bermukim di Swiss tersebut menghabiskan sebagian besar hidupnya berkeliling dunia. Aksi petualangan membuatnya menemukan begitu banyak inspirasi dan ide-ide segar, terutama dari pertemuan lintas budaya di berbagai belahan bumi. Setelah merasa cukup umur untuk menjelajahi dunia, dia menemukan perjalanan yang merupakan salah satu kenikmatan besar dalam hidupnya. Bagi Weber, pengalaman batin ini tidak sekadar cara untuk keluar dari kehidupan biasa dan rutinitas kerja, tetapi merupakan sebuah petualangan besar yang memungkinkan seseorang untuk melihat keindahan yang luar biasa dari bumi dan kemegahan prestasi manusia.Setelah lulus dari New York University Film School, Weber pindah ke Roma pada 1974 dan bekerja sebagai asisten sutradara legendaris Federico Fellini. Dia kemudian melanjutkan untuk mengarahkan film pertamanya, Hotel Locarno pada 1979, yang meraih penghargaan internasional untuk penyutradaraan terbaik.Latar belakang Weber membangun New7Wonders sebenarnya lebih didasari 'kegelisahan'. Menurut dia, pada era informasi saat ini sudah saatnya keajaiban dunia ditentukan secara demokratis dan bukan oleh badan-badan atau organisasi dunia. Cara yang ampuh adalah lewat Internet. Oleh karena itu, warga dunia gencar diajak berpartisipasi dalam pemungutan suara secara bebas melalui dunia maya.New7Wonders didanai sepenuhnya oleh kemitraan lisensi dan komersial dengan perusahaan, hak cipta televisi, penyelenggara acara, dan melalui saham pendapatan interaktif.Laman remi yayasan tersebut mengungkapkan bahwa proyek tujuh keajaiban dunia baru telah menghasilkan kesepakatan bisnis bernilai sedikitnya US$5 miliar.Indonesia termasuk yang sibuk dengan adanya proyek tersebut. Primadona yang dijual dalam kompetisi tahun ini adalah Taman Nasional Komodo. Tak kurang dari Wapres Boediono juga ikut berkampanye menggolkan Komodo masuk dalam jajaran keajaiban dunia.Pemilihan itu (Vote Komodo) dilakukan Wapres beberapa waktu lalu sebagai kampanye agar masyarakat Indonesia berlomba-lomba memberikan suara, sehingga diharapkan mampu menggenjot popularitas tujuan wisata di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur itu.Pemerintah (Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata) optimistis mampu mengumpulkan sedikitnya 200 juta pemilih dalam ajang Vote Komodo untuk New 7 Wonders of Nature. Adapun, pihak panitia menyasar satu miliar pemilih untuk ajang tersebut.Penulis sendiri belum sempat 'berkawan' dengan komodo di habitat aslinya. Namun dari eksotisme alam liar setempat, daerah tersebut sangat layak dikunjungi lebih banyak wisatawan yang tahun ini diperkirakan mencapai 45.000 orang. Bila berhasil masuk tujuh keajaiban dunia, kedatangan turis dipatok bisa tembus sampai 200.000 orang. Semoga saja menyadi kenyataan.Awalnya, komodo masih menjadi finalis 28 besar dalam keajaiban dunia baru versi alam.Mereka dibagi menjadi tujuh kategori sehingga ada empat nominasi di masing-masing kelas.Pesaing komodo cukup banyak, misalnya Blackforrest di Eropa dan Amazon yang berada di tiga negara yakni Argentina, Paraguay, dan Brasil.Pengumuman pemenang menurut rencana dilaksanakan pada 11 September 2011 dan Indonesia tengah berpikir menjadi tuan rumah.Mengapa komodo? Biawak raksasa tersebut memang memiliki keistimewaan karena merupakan satu-satunya hewan sisa peninggalan zaman dinosaurus yang masih hidup di dunia dengan habitat yang masih terjaga lantaran dapat hidup berdampingan dengan penduduk setempat.
Pulau Komodo sudah melewati dua fase sebelumnya dengan sukses. Fase pertama, berlangsung sejak Desember 2007 hingga 7 Juli 2009, dilakukan untuk memilih 77 nominasi. Kemudian, dari 77 nominasi tersebut terpilih 28 kandidat finalis yang diumumkan pada 21 Juli 2010. Dari 28 kandidat finalis resmi tersebut, akan dipilih tujuh keajaiban dunia yang paling banyak mendapat suara dari berbagai negara di dunia.Menggapai panggung keajaiban dunia ternyata tidak mulus. Pihak penyelenggara pernah menegur Pemerintah Indonesia karena menggandeng pihak lain untuk menggalang dukungan agar komodo menang dalam pemilihan.Sesuai aturan main, lembaga swasta dan pemerintah yang ingin menggalang dukungan kepada komodo harus mendapat izin dari Yayasan New 7 Wonders. Salah satunya, sponsor dari Bank Pembangunan Daerah NTT dengan memasang iklan di sejumlah harian di daerah itu.Padahal, di Indonesia belum ada lembaga yang memiliki izin untuk menggalang suara untuk komodo termasuk Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Pasalnya, pemerintah belum tahu prosedur untuk memperoleh izin tersebut.Setiap hari, penggalangan suara maupun imbauan untuk mendukung komodo terus dipantau oleh Official Finalist Support. Oleh karena itu, sponsor dan kampanye yang dilakukan sebuah daerah terpencil pun bisa terpantau dan Indonesia bisa mendapat teguran dengan ancaman komodo tereleminasi dari daftar nominasi. (inria.zulfikar@bisnis.co.id)