Bisnis.com, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya keberadaan data untuk memastikan perbaikan tata kelola impor pangan di Indonesia.
Ketika menemui Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Moermahadi Soerja Djanegara di Istana Merdeka, Kamis (5/4/2018), Jokowi menyoroti sejumlah hal mengenai temuan BPK pada semester II/2017.
"Kami diskusi dengan Presiden. Sistemnya memang harus diperbaiki. Kapan harus impor itu, harus sama datanya dengan kementerian terkait," terang Moermahadi.
Dia menambahkan Presiden akan segera menindaklanjuti temuan yang ada dan mengakui bahwa persoalan data memang menjadi akar persoalan. Sebenarnya, menurut Moermahadi, setiap kementerian terkait yang berwenang terhadap impor pangan memiliki sudah memiliki sistem tapi sayangnya sistem itu belum terintegrasi.
Sebelumnya, BPK menemukan kelemahan dalam sistem pengendalian internal atas pengelolaan tata niaga. Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, sistem pengendalian internal Kementerian Perdagangan (Kemendag) belum efektif untuk memenuhi kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Komoditas impor pangan yang dimaksud adalah beras, gula, garam, sapi, dan daging sapi.
Dalam hasil audit yang terangkum dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II/2017, setidaknya ada tiga kelemahan dalam proses impor terhadap sejumlah komoditas yang tercatat terjadi pada 2015 sampai dengan semester I/2017.
Pertama, penerbitan persetujuan impor dalam rangka menjaga ketersediaan dan stabilisasi harga tidak melalui pembahasan dalam rapat koordinasi dan tanpa rekomendasi dari kementerian teknis.
Kedua, penerbitan izin impor tidak didukung dokumen persyaratan yang lengkap. Ketiga, Kemendag tidak memiliki sistem untuk memantau realisasi impor dan kepatuhan pelaporan oleh importir.