Kabar24.com,JAKARTA - Wali Kota Mojokerto Masud Yunus mengaku siap ditahan KPK sehubungan dengan penyidikan terhadap dugaan korupsi yang dilakukan olehnya.
“Saya tidak tahu kenapa saya belum ditahan. Kita ikuti prosedur saja, kalau mau ditahan silakan, kalau tidak pun tidak apa-apa. Kalau ditahan sebagai warga negara yang baik, saya siap,” ujarnya seusai diperiksa di Gedung KPK, Rabu (7/2/2018).
Dia menjelaskan dalam pemeriksaan kali ini penyidik menanyakan perihal komitmen fee dari pihak eksekutif di mana dia merupakan pucuk tertinggi dari pilar pemerintahan tersebut ke para wakil rakyat di DPRD Kota Mojokerto.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pada 17 November 2017, lembaga itu telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru dan menetapkan Walikota Mojokerto sebagai tersangka pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara.
“MY selaku wali kota diduga bersama-sama dengan WF [Wiwiet Febriyanto], selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang diduga memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pimpinan DPRD Kota Mojokerto terkait pembahasan perubahan APBD pada dinas dimaksud,” ujarnya.
KPK menjerat Masud Yunus selaku pihak pemberi dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-undang (UU) No.31/1999. Dalam sidang kepada para tersangka sebelumnya yakni Purnomo, Wakil Ketua DPRD beserta dua kompatriotnya Umar Faruq dan Abdullah Fanan serta Wiwiet Febriyanto, hakim sependapat dengan penuntut umum ada perbuatan kerja sama antara Masud dan Wiwiet guna memenuhi permintaan Anggota DPRD.
Baca Juga
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada pertengahan Juni 2017 di Mojokerto, Jawa Timur. Saat itu tim KPK mengamankan uang tunai Rp470 juta dari beberapa pihak .
Dari jumlah itu, Rp300 juta di antaranya merupakan bagian dari total komitmeen Rp500 juta dari Kadis PU dan Wiwiet kepada pimpinan DPRD agar lembaga legislatif itu menyetujui pengalihan anggaran dari anggaran hibah Politeknik Elektronika Negeri Surabaya menjadi anggaran program penataan lingkungan pada dinas tersebut senilai Rp13 miliar.
“Sedangkan uang lainnya sebesar Rp170 miliar diduga terkait komitmen setoran triwulanan yang telah disepakati sebelumnya. Uang itu diamankan dari beberapa pihak,” tutur Febri.