Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus BLBI : KPK Dalami Peran Boediono di KKSK

Komisi Pemberantasan Korupsi mendalami peran Boediono selaku Menteri Keuangan dalam Komite Kebijakan Sektor Keuangan.
Mantan Wapres Boediono (tengah), Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) dan mantan Menkeu Chatib Basri saat menjadi pembicara pada Seminar Nasional Tantangan Pengelolaan APBN Dari Masa ke Masa di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Rabu (30/11)./Antara-Widodo S. Jusuf
Mantan Wapres Boediono (tengah), Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) dan mantan Menkeu Chatib Basri saat menjadi pembicara pada Seminar Nasional Tantangan Pengelolaan APBN Dari Masa ke Masa di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Rabu (30/11)./Antara-Widodo S. Jusuf

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi mendalami peran Boediono selaku Menteri Keuangan dalam Komite Kebijakan Sektor Keuangan.

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan bahwa sesuai Keputusan Presiden (Kepres) No.177/1999 tentang KKSK, Menteri Keuangan merupakan salah satu anggota lembaga tersebut.

“Jadi penyidik mendalami pengetahuan saksi sehubungan dengan kapasitas saat itu menyangkut pemberian surat keterangan lunas kepada Sjamsul Nursalim, pemegang saham pengendali BDNI,” ujarnya, Kamis (28/12/2017).

Proses penerbitan bersumber dari Instruksi Presiden (Inpres) No.8/2002 tentang Pemberian Jaminan Kepastian Hukum Kepada Debitur Yang Telah Menyelesaikan Kewajibannya Atau Tindakan Hukum Kepada Debitur Yang Tidak Menyelesaikan Kewajibannya Berdasarkan Penyelesaikan Kewajiban Pemegang Saham yang diterbitkan ketika Megawati Soekarnoputri memegang tampuk kekuasaan.

Regulasi setebal tiga lembar itu menginstruksikan kepada Menteri Negara Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, para Menteri anggota Komite Kebijakan Sektor Keuangan, Menteri Negara BUMN, Jaksa Agung, Kapolri dan Ketua BPPN untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan bagi penyelesaian kewajiban pemegang saham dalam rangka penyelesaian seluruh kewajibannya kepada BPPN berdasarkan perjanjian penyelesaian kewajiban baik yang berbentuk Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA), Master Refinancing and Notes Issuance Agreement (MRNIA), dan/atau Akta Pengakuan Utang (APU).

Penyelesaian itu harus berpedoman pada beberapa hal yakni kepada para debitur yang telah menyelesaikan kewajiban, diberikan bukti penyelesaian berupa pelepasan dan pembebasan dalam rangka jaminan kepastian hukum sebagaimana diatur dalam perjanjian-perjanjian tersebut. Pemberian bukti penyelesaian berupa pelepasan dan pembebasan itu dilakukan oleh Ketua BPPN setelah mendapat persetujuan dari Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dan Menteri Negara BUMN.

Bagi debitur yang tengah menyelesaikan, diberi kesempatan untuk terus dan secepatnya menyelesaikan kewajiban-kewajibannya dalam tenggang waktu yang ditetapkan oleh Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK).

Sementara itu, bagi debitur yang tidak menyelesaikan atau tidak bersedia menyelesaikan kewajibannya kepada BPPN sampai dengan berakhirnya batas waktu yang telah ditetapkan oleh KKSK, diambil tindakan hukum yang tegas dan konkret, yang dilaksanakan secara terkoordinasi antara Ketua BPPN, Kapolri dan Jaksa Agung.

Diktum keempat Inpres itu menyatakan dalam hal pemberian kepastian hukum menyangkut pembebasan debitur dari aspek pidana yang terkait langsung dengan program penyelesaian kewajiban, yang masih dalam tahap penyelidikan, penyidikan dan/atau penuntutan oleh instansi penegak hukum, maka sekaligus juga dilakukan dengan proses penghentian penanganan aspek pidananya, yang pelaksanaannya tetap dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

KPK sejauh ini telah menetapkan Syafruddin Temenggung, mantan Kepala BPPN sebagai tersangka dalam kasus penerbitan SKL kepada BDNI. Dia diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara dalam penerbitan surat keterangan lunas SKL kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI.

Temenggung yang menjabat Kepala BPPN sejak April 2002, pada bulan berikutnya mengusulkan kepada Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) untuk melakukan perubahan atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor BDNI kepada BPPN sebesar Rp4,8 triliun.

Hasil dari restrukturisasi tersebut, Rp1,1 triliun ditagihkan kepada petani tambak yang merupakan kreditor BDNI dan sisanya Rp3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restrukturisasi sehingga masih ada kewajiban obligor yang harus ditagihkan.

Akan tetapi pada April 2004, tersangka selaku Ketua BPPN mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban pemegang saham terhadap obligor Sjamsuk Nursalim atas semua kewajibannya kepada BPPN. Padahal saat itu masih ada kewajiban setidaknya Rp3,7 triliun.

Tersangka diduga melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-undang (UU) No 31/1999 yang telah diperbaharui dalam UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper