Kabar24.com, JAKARTA - Spanyol terjerembab dalam krisis besar ketika Jumat (27/10/2017), pemerintah pusat di Madrid mengambilalih kekuasaan dari Catalonia yang berusaha memerdekakan diri.
Ini adalah krisis paling dalam menyangkut otonomi Catalonia sejak kediktatoran brutal Francisco Franco puluhan tahun silam.
Setelah DPRD Catalonia mendeklarasikan "Republik" Catalan, Perdana Menteri Spanyol Mariano Rajoy bergerak cepat melucuti pemerintah dan parlemen Catalonia. Dia menyatakan Pemilu 21 Desember akan menggantikan mereka.
Dalam krisis yang mendapatkan perhatian penuh Eropa yang sangat khawatir ini, Rajoy memecat pemimpin prokemerdekaan Carles Puigdemont dan seluruh anggota kabinetnya, selain juga direktur jenderal polisi daerah, serta utusan Catalan untuk Madrid dan Brussels, untuk menangkal apa yang disebut "meluasnya pembangkangan."
Para anggota parlemen propemisahan diri menang suara 70 melawan 10 dalam parlemen daerah total beranggotakan 135 orang, Jumat (27/10/2017), untuk memproklamasikan Catalonia sebagai "republik dalam bentuk negara merdeka dan berdaulat."
Mereka mendapatkan mandat dari hasil suara "Ya" untuk referendum kemerdekaan 1 Oktober yang dicap pemerintah pusat sebagai ilegal. Jumlah suara "Ya" ini lebih dari separuh jumlah anggota parlemen.
Para pengamat memperkirakan keadaan bahaya dalam beberapa hari ke depan setelah para pejabat dan PNS Catalan kemungkinan akan mengabaikan perintah dari wakil pemerintah yang dikirimkan pemerintah pusat.
"Ketegangan sepertinya akan naik drastis dalam beberapa hari ke depan," kata Teneo Intelligence, sebuah kelompok penganalisis risiko, seperti dikutip AFP.
"Para pengunjukrasa akan berusaha mencegah polisi mengusir para menteri Catalan dari kantor mereka. Ini meningkatkan risiko terjadinya bentrok kekerasan."