Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

TRAGEDI ROHINGYA : Myanmar Tolak Gencatan Senjata

Pemerintah Myanmar menolak gencatan senjata yang ditawarkan oleh gerilyawan Rohingya, Tentara Pembebasan Rohingya Arakan (ARSA).
Pengungsi Rohingya membawa bayi mereka menerobos sungai setelah berhasil menyeberangi perbatasan di Teknaf, Bangladesh, Kamis (7/9)./REUTERS-Mohammad Ponir Hossain
Pengungsi Rohingya membawa bayi mereka menerobos sungai setelah berhasil menyeberangi perbatasan di Teknaf, Bangladesh, Kamis (7/9)./REUTERS-Mohammad Ponir Hossain

Kabar24.com, JAKARTA - Pemerintah Myanmar menolak gencatan senjata yang ditawarkan oleh gerilyawan Rohingya, Tentara Pembebasan Rohingya Arakan (ARSA).

Sikap itu disampaikan oleh Zaw Htay, juru bicara pemimpin de facto Myammar, Aung San Suu Kyi. Melalui akun Twitter, Zaw Htay menegaskan pemerintah tidak akan berunding dengan "teroris" sebagaimana dikutip BBC.com, Senin (11/9/2017).

Penegasan juru bicara pemimpin Myanmar dikeluarkan setelah beberapa jam sebelumnya ARSA, yang mengaku bertindak atas nama warga Rohingya, mengumumkan gencatan senjata selama satu bulan.

Dikatakan oleh ARSA, bahwa penghentian operasi militer selama satu bulan itu dimaksudkan untuk memungkinkan penyaluran bantuan kemanusiaan di Negara Bagian Rakhine, tempat sebagian besar warga Rohingya tinggal di Myanmar. Rakhine dikenal dengan nama Arakan oleh orang-orang Rohingya.

Palang Merah Internasional (ICRC) di Myanmar menyambut deklarasi gencatan senjata sepihak ARSA. Seorang pejabat ICRC, Joy Singhal bahwa langkah itu merupakan "perkembangan yang sangat positif."

Gencatan senjata, menurutnya, diharapkan akan menambah akses aman untuk pengiriman bantuan ke Rakhine. Serangan ARSA terhadap aparat kepolisian Myanmar pada 25 Agustus lalu sontak memicu serangan balik dari aparat militer Myanmar.

Sekitar 290.000 orang Rohingya dilaporkan telah melarikan diri dari Rakhine dan mencari perlindungan dengan menyeberang ke Bangladesh sejak akhir bulan lalu.

Rohingya, kelompok minoritas yang tidak diakui sebagai warga negara Myanmar meskipun secara turun temurun telah menetap di negara yang mayoritas penduduknya memeluk Buddha itu, mengatakan, bahwa militer dan orang-orang Buddha di Rakhine melakukan serangan brutal terhadap mereka.

Pihak berwenang menolak tuduhan tersebut dan mengatakan bahwa militernya tengah memerangi kelompok "teroris" Rohingya.

Kelompok Rohingya juga tidak diakui sebagai warga negara Bangladesh, karena dianggap berasal dari negara tetangga Myanmar. Tanpa status yang diperparah oleh perlakuan buruk yang diklaim dialami Rohingya, krisis Rohingya belum menemui titik terang.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Nancy Junita

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper