Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hasil Pemilu Parlemen Tekan Konservatif, May dan Poundsterling

Mata uang pound sterling anjlok akibat pencapaian sementara Partai Konservatif pada pemilu parlemen tidak mendapatkan suara mayoritas. Pasalnya hasil ini dianggap memperburuk prospek negosiasi Brexit.
Perdana Menteri Inggris Theresa May/Reuters
Perdana Menteri Inggris Theresa May/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA -  Mata uang pound sterling anjlok akibat pencapaian sementara Partai Konservatif pada pemilu parlemen tidak mendapatkan suara mayoritas. Pasalnya hasil ini dianggap memperburuk prospek negosiasi Brexit.

Awalnya Perdana Menteri Theresa May mengajukan pemilu parlemen pada bulan lalu yang kemudian disetujui oleh rapat dewan. Tujuan pembentukan parlemen melalui pemilihan dini ialah memperlancar proses negosiasi Brexit antara Inggris dan Uni Eropa.

Namun, alih-alih memperlancar negosiasi, kedudukan May sebagai pimpinan Inggris berikut dengan Partai Konservatif yang mengusungnya berada di ujung tanduk. Pasalnya, pemilu parlemen yang diajukan May tidak memberikan suara mayoritas kepada partainya.

Partai konservatif setidaknya harus mengantongi 326 kursi untuk mendominasi posisi di parlemen. Akan tetapi sampai Jumat (9/6) pukul 15.00 WIB, mereka baru memeroleh 315 kursi atau 42,3% dari total 650 kursi parlemen.

Head of Group -of-10 foreign-exchange strategy Credit Agricole di London Valentin Marinov menyampaikan kegagalan Partai Konservatif mendapatkan suara mayoritas menimbulkan situasi yang semakin tidak pasti. Pelaku pasar dan perwakilan Uni Eropa menunggu siapa sosok yang akan memimpin selama dua tahun proses negosiasi Brexit yang dimulai pada 31 Maret 2017 sampai dengan peresmiannya tanggal 31 Maret 2019.

Situasi kian pelik setelah pimpinan Partai Buruh Jeremy Corbyn meminta May untuk mundur dari posisinya. Partai Buruh selaku oposisi merasa di atas angin setelah mengantongi 40,1% atau 261 kursi parlemen.

"Investor akan menunggu kejelasan siapa yang akan memimpin pemerintahan Inggris, dan siapa yang bertanggung jawab terhadap negosiasi Brexit," tuturnya Marinov seperti dikutip dari Bloomberg, Jumat (9/6).

Ada informasi negosiasi Brexit lanjutan akan dilaksanakan 10 hari ke depan. Faktor tersebut yang juga menjadi pemicu mengapa May menginginkan pemilu parlemen dilaksanakan lebih cepat.

Menurut Marinov, ketidakjelasan situasi politik Inggris berpotensi semakin menekan mata uang pound sterling terhadap dolar AS dan euro. Masih terbuka kemungkinan GBP-USD menuju 1,25 per dolar AS, sedangkan EUR-GBP berpeluang meningkat ke 0,90 per pound sterling.

Pada perdagangan Jumat (9/6) pukul 15.52 WIB, mata uang GBP merosot 1,74% menuju 1,2731 per dolar AS. Ini merupakan penurunan terbesar pound sterling selama 2017.

Sementara nilai tukar EUR-GBP naik 1,37% menjadi 0,87762 per pound sterling. Ini merupakan level tertinggi sejak 10 Maret 2017.

Pencapaian Partai Konservatif membuat posisinya menjadi hasil parlemen yang menggantung (hung parliament). Skenario tersebut menjadi jalan cerita terburuk dibandingkan dengan Partai Konservatif memenangkan kursi, bahkan kalah suara.

Namun, investor masih bisa mengendurkan urat syaraf karena skenario terburuk nyatanya belum terlampau kelam. Survei Bloomberg yang melibatkan 11 responden termasuk bank dan trader sebelumnya memprediksi GBP bisa anjlok ke 1,2350 per dolar AS jika timbul skenario hung parliament.

Hal tersebut bisa saja terjadi karena investor menunggu siapa yang akan memulihkan kondisi pemerintahan Inggris. Pasar juga mempertimbangkan janji Partai Konservatif sebelumnya yang menjamin berlansungnya proses Brexit yang lebih soft (softer Brexit).

ABN Amro Bank dalam publikasi risetnya menyampaikan skenario hasil pemilu yang menggantung memang memberikan dampak buruk bagi GBP. Pasalnya, jalan cerita Brexit antara Inggris dan Uni Eropa berisiko memasuki tahap tanpa kesepakatan (no deal), yang menciptakan situasi ketidakpastian.

Namun demikian, situasi tidak akan terlalu runyam karena parlemen yang nantinya ada menyetujui untuk melakukan soft Brexit. Artinya, proses pemufakatan Brexit harus melalui parlemen. Berbeda dengan hard Brexit dimana pemerintah dapat memutuskan langsung proses keluarnya Inggris dari Benua Biru.

Menurut para analis Amro, probabilitas skenario 'no deal' memberikan ketidakpastian politik dalam jangka panjang, sehingga menekan nilai pound sterling dan euro. Alhasil GBP-USD berpeluang anjlok ke area 1,20 per dolar AS, dan EUR-GBP menghijau menuju 0,93 per dolar AS.

Namun demikian, jika pemerintah memiliki strategi yang jelas terhadap rencana politik Inggris ke depan, GBP-USD dapat memiliki suport kuat di 1,25-1,26 per dolar AS. Peningkatan EUR-GBP juga terbatas di bawah 0,90 per pound sterling.

Kendati memenangkan suara, Partai Konservatif dan kedudukan Theresa May bisa dikatakan kalah dalam mendapatkan mayoritas kursi parlemen. Meningkatnya ketidakpastian akibat kekalahan ini kemudian bermuara kepada kekalahan pound sterling terhadap sejumlah mata uang utama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hafiyyan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper