Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Korupsi E-KTP : Diduga Berbohong, Setya Novanto Dilaporkan ke KPK

Masyarakat Antikorupsi Indonesia alias MAKI melaporkan Ketua DPR Setya Novanto ke Komisi Pemberantasan Korupsi karena diduga menghalangi penyidikan dan memberikan keterangan tidak benar terkait perkara korupsi KTP elektronik.
Mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat Anas Urbaningrum (kiri) bersama Mantan Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto (kanan) bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (6/4)./Akbar Nugroho Gumay
Mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat Anas Urbaningrum (kiri) bersama Mantan Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto (kanan) bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (6/4)./Akbar Nugroho Gumay

Kabar24.com, JAKARTA- Masyarakat Antikorupsi Indonesia alias MAKI melaporkan Ketua DPR Setya Novanto ke Komisi Pemberantasan Korupsi karena diduga menghalangi penyidikan dan memberikan keterangan tidak benar terkait perkara korupsi KTP elektronik.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengungapkan bahwa Ketua Partai Golkar itu diduga telah menyuruh atau memberi arahan kepada mantan Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazarudin, pengacara Elza Syarif serta mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraeni untuk menutupi perannya dalam perkara korupsi KTP elektronik.

“Nazarudin telah meminta Elza Syarif untuk tidak menyebut nama Setya Novanto karena dia sudah diperlakukan baik oleh Novanto. Terbukti dalam persidangan Nazarudin menyatakan Setya Novanto tidak berperan atau setidak-tidaknya dia lupa padahal sebelumnya Nazarudin telah membeberkan peran Novanto,” papar Boyamin di Gedung KPK, Rabu (12/4/2017).

Dia melanjutkan, Setya Novanto juga diduga meminta Andi Agustinus alias Andi Narogong untuk menyamakan keterangan bahwa keduanya hanya bertemu dua kali dan hanya membahas mengenai penawaran kaos dan tidak pernah membahas persoalan KTP elektronik.

Selain itu, paparnya, Setya Novanto juga telah meminta Diah Anggraeni untuk menyampaikan pesan kepada Irman, terdakwa kasus korupsi KTP elektronik, bahwa jika ditanya oleh siapapun, termasuk penyidik KPK, Irman harus menjawab tidak mengenal Setya Novanto.

“Padahal dalam persidangan Setya Novanto awalnya mengaku tidak mengenal Irman namun kemudian mengaku mengenal setelah ditunjukkan foto pertemuan di Jambi,” paparnya.

Atas berbagai fakta tersebutlah maka pihaknya mengambil inisiatif melaporkan Setya Novanto ke KPK agar bisa ditindak menggunakan Pasal 21 dan 22 Undang-undang (UU) No 31/1999 yang telah diperbaharui dalam UU No 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

“Dalam Pasal 21 setiap orang yang dengan sengaja mencegah atau menghalangi suatu penyelidikan atau penyidikan diancam dengan hukuman tiga tahun penjara sementra Pasal 22 mengatur tentang pemberian keterangan tidak benar bisa dipidana paling lama 12 tahun penjara,” katanya.

Pihaknya berharap KPK segera menindaklanjuti laporan ini untuk mencegah terjadinya berbagai peristiwa yang bisa menghalang-halangi suatu penyidikan maupun tindakan lainnya seperti memberikan keterangan tidak benar dalam persidangan.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pihaknya akan menlaah terlebih dahulu laporan dari MAKI sebelum menindaklanjuti laporan tersebut. Hingga saat ini, paparnya, baru Miryam S. Haryani yang dijerat dengan Pasal 22 UU No 31/1999.

Sejauh ini KPK, paparnya baru melakukan pencekalan Setya Novanto untuk berpergian ke luar negeri untuk jangka waktu enam bulan ke depan. Pencegahan Setya Novanto tersebut menurutnya merupakan kewenangan yang diatur dalam Pasal 12 UU 30/2002 tentang KPK.

“Pencegahan itu tidak berlaku jika ada keputusan hukum lain yang memperbolehkan pencabutan pencegahan tersebut,” katanya.

Pihaknya juga meyakini Presiden Joko Widodo sangat memahami kewenangan KPK sebagaimana yang diatur dalam UU meski aksi pencekalan itu diprotes oleh sejumlah wakil rakyat. Dia meminta masyarakat harus bisa membedakan mana sikap kelembagaan dan mana suara-suara individu yang mengkritisi kebijakan KPK.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper