Kabar24.com, JAKARTA-- Putri pendiri Yayasan Supersemar, Siti Hediati Hariyadi atau yang akrab disapa Titik Soeharto, mengatakan negara tak seharusnya menuntut ganti rugi kepada yayasan.
Pasalnya, seluruh dana beasiswa berasal dari sisa laba pemerintah, dan sumbangan dana konglomerat.
Titik menampik dana tersebut dialihkan ke bank dan yayasan keluarga ahli waris Presiden RI ke-2 Soeharto.
"Kebetulan penempatannya di Bank Duta yang kolaps. Tapi yang kami kasih bukan uangnya pemerintah, itu uang dari sumbangan pinjaman yayasan kepada swasta," kata Titik di Kompleks Parlemen Senayan, Jumat (14/8/2015).
Menurut dia, Peraturan Presiden tahun 1976 dan Keputusan Menteri Keuangan saat itu menyatakan 5 persen dari sisa laba bank pemerintah dapat digunakan sebagai biaya pendidikan.
Pemerintah menyalurkan dana tersebut melalui Yayasan Supersemar yang didirikan 16 Mei 1974.
"Selama perpres itu hidup kami terima Rp 309 miliar," kata Titik.
Total dana beasiswa yang sudah dikeluarkan yayasan sekitar Rp504 miliar.
"Itu merupakan CSR bank saat itu. Jadi, tak ada penyalahgunaan dana pemrintah, itu dana yayasan," kata dia.
Keluarga Cendana disebut-sebut harus membayar ganti rugi kepada negara sebesar Rp 4,4 triliun, karena Mahkamah Agung mengabulkan peninjauan kembali yang diajukan Kejaksaan Agung terhadap perkara penyimpangan dana beasiswa Yayasan Supersemar awal Juli lalu.
Kejaksaan menyebut dana yang seharusnya disalurkan kepada siswa dan mahasiswa itu diberikan kepada beberapa perusahaan, di antaranya PT Bank Duta 420 juta dolar AS, PT Sempati Air Rp 13,173 miliar, serta PT Kiani Lestari dan Kiani Sakti Rp 150 miliar. Negara mengajukan ganti rugi materiil 420 juta dollar AS dan Rp 185 miliar serta ganti rugi imateriil Rp 10 triliun.
Putusan Pengadilan
Pada 27 Maret 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus Yayasan Supersemar bersalah menyelewengkan dana beasiswa. Putusan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Jaksa yang belum puas kemudian mengajukan kasasi.
Pada 2010, Mahkamah Agung memutuskan Soeharto dan Yayasan Supersemar bersalah melakukan penyelewenangan dana beasiswa. Mahkamah lalu meralat, tergugat yang bersalah hanya Yayasan Supersemar bukan ahli waris keluarga Cendana.
Majelis kasasi saat itu memutuskan Yayasan harus membayar kembali kepada negara sebesar Rp315 juta dolar AS, dengan rincian berasal dari 75 persen dari 420 juta dolar AS dan Rp 139,2 miliar, berasal dari 75 persen dari Rp185,918 miliar.
Persoalan muncul ketika terjadi kesalahan dalam pengetikan putusan. MA tidak menuliskan Rp139,2 miliar, tetapi Rp139,2 juta alias kurang tiga angka nol.
Titik sangsi yayasan mampu membayar ganti rugi dalam waktu delapan hari seperti yang ditetapkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Yayasan harus bayar uang segitu, sementara uang sudah habis, bangkrut," kata dia.