Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BPK Temukan Gap Data Setoran Pajak di LKPP 2024

BPK menemukan perbedaan data penyetoran pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) dengan data wajib pajak dan wajib pungut.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (keempat kanan), Wakil Menteri Anggito Abimanyu (dari kanan), Wakil Menteri Suahasil Nazara, Dirjen Pajak Bimo Wijayanto, Dirjen Bea dan Cukai Djaka Budi Utama, Wakil Menteri Thomas Djiwandono, Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Suminto Sastrosuwito, dan Dirjen Anggaran Luky Alfirman berbincang sebelum konferensi pers APBN Kita di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (23/5/2025).  / Bisnis-Arief Hermawan P.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (keempat kanan), Wakil Menteri Anggito Abimanyu (dari kanan), Wakil Menteri Suahasil Nazara, Dirjen Pajak Bimo Wijayanto, Dirjen Bea dan Cukai Djaka Budi Utama, Wakil Menteri Thomas Djiwandono, Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Suminto Sastrosuwito, dan Dirjen Anggaran Luky Alfirman berbincang sebelum konferensi pers APBN Kita di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (23/5/2025). / Bisnis-Arief Hermawan P.

Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2024.

Dalam laporan keuangan (lapkeu) tersebut, BPK menemukan perbedaan data penyetoran pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) dengan data wajib pajak dan wajib pungut.

Ketua BPK Isma Yatun menerangkan perbedaan data ini tidak dapat terdeteksi secara langsung oleh sistem perpajakan pemerintah.

“Temuan pemeriksaan lainnya diantaranya, perbedaan data penyetoran PPN dan PPH dengan data wajib pajak dan wajib pungut yang tidak dapat terdeteksi secara langsung oleh sistem perpajakan,” tuturnya dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (27/5/2025).

Tak sampai di situ, Isma menyebut pihaknya juga menemukan masalah bahwa pengendalian belanja pegawai belum sepenuhnya memadai. Begitupun dengan pengendalian sisa dana transfer ke daerah yang juga belum memadai.

“Serta kebijakan penyajian belanja dibayar di muka belum sepenuhnya memadai dan penyelesaian pertanggungjawabannya berlarut-larut,” beber dia.

Sebab itu, menurut dia, temuan masalah-masalah itu harus segera ditindaklanjuti karena optimalisasi alokasi belanja negara menjadi krusial untuk memberikan dampak langsung terhadap kesejahteraan rakyat.

Dia turut berharap agar DPR dapat terus mendorong pengalihan belanja yang kurang produktif menjadi belanja prioritas yang berdampak bagi rakyat.

“Sejalan dengan upaya yang telah diinisiasi pemerintah Visi Asta Cita yang memandu kebijakan nasional. Peran DPR sangatlah sentral dalam mengawal implementasi program-program strategis seperti makan bergizi gratis dan swasembada pangan,” ujarnya.

Adapun, BPK mendasarkan opini WTP atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2024 dari laporan keuangan bendahara atau laporan keuangan bendahara umum negara (LKBUN) beserta 84 laporan keuangan kementerian/lembaga (K/L).

“Meskipun 2 LKKL, yakni Badan Pangan Nasional dan Badan Karantina Indonesia memperoleh opini Wajar dengan Pengecualian. Hal ini tidak berdampak material terhadap kewajaran LKPP 2024 secara keseluruhan,” tuturnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Edi Suwiknyo
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper