Poin-poin penting Agrarische Wet
1. Gubernur Jenderal tidak boleh menjual tanah,
2. Larangan itu tidak mengenai tanah-tanah kecil untuk perluasan kota dan desa untuk mendirikan perusahaan dan bangunan,
3. Gubernur Jenderal dapat menyewakan tanah yang diatur dalam undang-undang. Dalam peraturan ini tidak termasuk tanah yang telah dibuka oleh rakyat Indonesia atau dipergunakan untuk tempat menggembala ternak bagi umum atau yang masuk dalam lingkungan desa untuk keperluan umum lainnya,
4. Dengan undang-undang akan diberikan tanah-tanah dengan hak pakai turun-temurun untuk selamalamanya 75 tahun,
5. Gubernur Jenderal menjaga agar jangan sampai pemberian tanah itu melanggar hak-hak rakyat Indonesia,
6. Gubernur Jenderal tidak boleh mengambil tanah-tanah yang telah dibuka oleh rakyat Indonesia untuk keperluan mereka sendiri, atau untuk keperluan lain kecuali untuk kepentingan umum berdasarkan pasal 133 I.S., dan untuk keperluan perkebunan yang diselenggarakan oleh pemerintah menurut peraturan-peraturan yang berlaku untuk itu; semuanya itu dengan pemberian ganti rugi yang layak,
Baca Juga
7. Tanah-tanah yang dimiliki oleh rakyat Indonesia dapat diberikan kepadanya dengan hak eigendom, dengan syarat-syarat dan pembatasan yang diatur dalam undang-undang, dan harus tercantum dalam surat tanda eigendom itu, yaitu mengenai kewajiban-kewajiban pemilik tanah kepada negara dan desa, dan juga tentang hak menjualnya kepada orang yang bukan orang Indonesia,
8. Persewaan tanah oleh rakyat Indonesia kepada orang asing berlaku menurut undang-undang.
Sumber:
1. Noer Fauzi Rahman berjudul Land Reform Dari Masa Ke Masa
2. Jurnal Penerapan Agrarische Wet (Undang-Undang Agraia) 1870: Periode Awal Swastanisasi Perkebunan Di Pulau Jawa