Bisnis.com, JAKARTA - Keberadaan Badan Logistik Nasional dianggap menjadi krusial di tengah berbagai tantangan dan persoalan logistik di Indonesia.
Ketua Asosiasi Logistik & Forwarder Indonesia (ALFI), Akbar Djohan menilai bahwa pembentukan Badan Logistik Nasional diperlukan sebagai Cetak Biru (blueprint) dari masterplan sistem logistik nasional (Sislognas) 2012.
Dia menuturkan, para pengusaha logistik menginginkan adanya lembaga yang memiliki wewenang dalam mengatur tata kelola logistik secara independen.
"Bukan kita mengharapkan anggaran, kita pengen ada satu lembaga independen yang tugasnya jelas, KPI [key performance index] yang jelas, bagaimana konektivitas semua stakeholder ini bisa satu suara," kata Akbar usai menghadiri diskusi Indonesia Port Editor's Club di kawasan Sunter, Selasa (2/7/2024).
Akbar membeberkan bahwa pihaknya telah bersurat kepada presiden terpilih, Prabowo Subianto, ihwal urgensi pembentukan Badan Logistik Nasional. Mereka pun optimistis lembaga yang digadang-gadang bakal mampu meningkatkan daya saing logistik nasional itu dapat diwujudkan pada pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Tahun lalu masih ada tahun politik, nah kalau sekarang sudah ketahuan pemenangnya. Jadi kita sudah kasih masukkan tertulis ke presiden terpilih atau istana baru," ungkapnya.
Baca Juga
Akbar mengeklaim, dengan dibentuknya Badan Logistik Nasional, target pertumbuhan ekonomi pemerintahan Prabowo-Gibran sebesar 8% dapat tercapai. Adapun, untuk penguatan peran dan konsistensi lembaga, Badan Logistik Nasional diharapkan lahir dari undang-undang.
Sebaliknya, menurut Akbar, tanpa adanya Badan Logistik Nasional dipastikan kinerja logistik Indonesia akan sulit berdaya saing dengan negara-negara lain. Musababnya, ketidakpastian dan tumpang tindih kebijakan seperti yang terjadi selama ini diakui menjadi hambatan sektor logistik nasional.
Sebagai contoh, Akbar menyoroti inkonsistensi kebijakan impor pemerintah yaitu Permendag No.36/2023 yang harus direvisi berkali-kali hingga menyebabkan penumpukan puluhan ribu kontainer di pelabuhan akibat koordinasi yang buruk antar lembaga pemerintahan.
Penumpukan kontainer akibat kebijakan itu telah menambah beban biaya logistik tak terduga di kalangan pelaku usaha. Ujung-ujungnya, kata dia, investasi akan mandek saat biaya logistik Indonesia tidak berdaya saing.
"Rasanya perlu ada badan gitu yang membereskan ini PR-PRnya terus dikasih target," kata Akbar.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, Jumat (21/7/2023), Logistics Performance Index (LPI) 2023 yang dirilis Bank Dunia mencatat kinerja logistik Indonesia mengalami penurunan drastis dibandingkan data pada 2018. LPI Indonesia pada 2023 menempati peringkat ke 63 dari total 139 negara, kalah dari negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.