Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa pengusaha properti sekaligus pembalap Zahir Ali dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan BUMD DKI Jakarta PT Perumda Pembangunan Sarana Jaya di Rorotan, Jakarta Utara.
Penyidik KPK memeriksa Zahir, Rabu (19/6/2024). Berdasarkan informasi yang dihimpun, Zahir merupakan salah satu pihak yang dicegah ke luar negeri sebagaimana diajukan KPK ke Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
"Benar bahwa ZA [Zahir Ali] diperiksa terkait dengan penyidikan yang dilakukan oleh KPK terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Lahan di Lokasi Rorotan – DKI Jakarta oleh BUMD SJ," ujar Juru Bicara (Jubir) KPK Tessa Mahardhika Sugiarto kepada wartawan, Kamis (20/6/2024).
Meski demikian, Tessa tidak mengonfirmasi perihal status hukum Zahir saat diperiksa KPK kemarin. Namun, dia memastikan pemeriksaan terhadap Zahir berkaitan dengan perusahaan yang terafiliasi dengannya.
"Secara garis besar pemeriksaan terkait dengan jabatan [tupoksi] di perusahaan yang bersangkutan," terang Tessa.
Lembaga antirasuah memulai penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Rorotan, Jakarta Utara, oleh BUMD DKI Jakarta PT Perumda Pembangunan Sarana Jaya. Penyidikan kasus itu merupakan pengembangan dari kasus yang menyeret Sarana Jaya sebelumnya, dengan tersangka bekas Direktur Utama Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan.
Baca Juga
Dengan dimulainya proses penyidikan KPK telah mengajukan pencegahan ke luar negeri kepada sejumlah pihak terkait dengan kasus tersebut untuk enam bulan ke depan. Pengajuan cegah itu diajukan ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Terdapat 10 orang yang dicegah ke luar negeri terkait dengan kasus tersebut, yakni dengan inisial sebagai berikut :
- ZA, Swasta
- MA, Karyawan Swasta
- FA, Wiraswasta
- NK, Karyawan Swasta
- DBA, Manager PT CIP dan PT KI
- PS, Manager PT CIP dan PT KI
- JBT, Notaris
- SSG, Advokat
- LS, Wiraswasta
- M, Wiraswasta
Sebelumnya KPK telah mengusut kasus dugaan korupsi dalam pengadaan lahan oleh Sarana Jaya, yakni terkait dengan pengadaan lahan di Munjul serta di Pulogebang. Pengadaan lahan itu terkait dengan kepentingan pembangunan rumah DP Rp0 yang digagas oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Yoory selaku bekas Dirut Sarana Jaya sebelumnya telah divonis bersalah dalam kasus Munjul, dan dijatuhkan pidana penjara selama 6,5 tahun. Dia didakwa melakukan tindak pidana korupsi sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp152,5 miliar.
Sementara itu, Yoory juga kini masih disidang terkait dengan kasus lahan di Pulogebang. Persidangan kasus tersebut masih berlangsung di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.