Bisnis.com, JAKARTA - Dua direktur jenderal (dirjen) di Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap adanya permintaan untuk memberikan uang miliaran rupiah kepada oknum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di sidang lanjutan kasus Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Pemberian uang itu diduga untuk meloloskan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada audit laporan keuangan Kementan.
Hal tersebut diungkap oleh Dirjen Prasaran dan Sarana (PSP) Ali Jamil Harahap dan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Nasrullah yang dihadirkan sebagai saksi pada persidangan kasus korupsi dengan terdakwa mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo atau SYL hari ini, Senin (13/5/2024).
Menurut Dirjen PSP Kementan Ali Jamil, dia pernah mendengar bahwa ada permintaan uang kepada pihaknya pada 2023 usai pertemuan antara pimpinan Kementan dan Anggota IV BPK.
Ali menceritakan, sepulangnya dari pertemuan dengan pihak BPK, SYL yang saat itu masih menjadi menteri lalu menugaskan Sekjen Kasdi Subagyono untuk memberikan atensi kepada hasil pertemuan antara Kementan dan BPK.
Kemudian, dia mengaku adanya permintaan uang ke Ditjen PSP untuk keperluan oknum BPK.
Baca Juga
"Kami mendengar dari Sesditjen kami bahwa salah seseorang dari auditor BPK itu menyampaikan bahwa perlu harus disampaikan, mohon disampaikan kepada pimpinan untuk anggaran," ujar Ali di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (13/5/2024).
"Minta duit?," tegas Hakim Anggota Fahzal Hendri.
"Seperti itu, Yang Mulia," jawab Ali.
"Berapa diminta?" tanya Fahzal.
"Saat itu kami mendegar infonya Rp10 miliar," terang Ali.
Kemudian, mantan Kepala Badan Karantina Pertanian Kementan itu lalu mengungkap oknum auditor BPK meminta tambahan uang sebesar Rp2 miliar di luar Rp10 miliar yang sudah disampaikan sebelumnya.
Permintaan tambahan uang Rp2 miliar itu disampaikan lagi usai pertemuan lain antara BPK dan Kementan.
"Tambahan Rp2 miliar, jadi Rp12 miliar," ungkap Ali.
"Untuk apa itu?," tanya Hakim Fahzal.
"Kalau cerita awalnya ini temuan-temuan jangan sampai nanti menghambat tercapainya WTP. Jadi memang supaya diselesaikan temuan-temuan itu," ujar Ali.
Adapun Ali sempat menyampaikan bahwa dirinya menolak arahan dari pimpinan Kementan untuk membayarkan uang tersebut. Menurutnya, urusan WTP Kementan bukan tanggung jawab Ditjen PSP Kementan.
Singkat cerita, Ali mengungkap bahwa Sesditjen PSP Hermanto, yang sebelumnya juga sudah dihadirkan di sidang SYL, menyampaikan kepadanya bahwa uang sebesar Rp3,5 miliar sudah dibayarkan untuk permintaan oknum BPK tersebut.
Namun, Ali memastikan uang itu bukan dari anggaran Kementan. Uang itu bersumber dari pinjaman ke vendor Kementan.
Senada dengan Ali, Dirjen PKH Kementan Nasrullah juga mengonfirmasi adanya permintaan dari oknum BPK. Namun, Nasrullah mengatakan pihaknnya tidak merealisasikan permintaan tersebut.
"Ternyata ada permintaan sejumlah uang, tetapi sampai hari ini kami tidak merealisasikannya," kata Nasrullah kepada JPU.
Kemudian, berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Nasrullah yang dibacakan kembali oleh JPU, permintaan uang dari Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta untuk oknum BPK kepada Ditjen PKH yakni Rp2 miliar.
"Makmun [Sesditjen PKH] menyampaikan kepada saya di ruangan saya bahwa ada permintaan iuran untuk BPK RI yang diminta oleh Kasdi Subagyono dan Muhammad Hatta untuk Ditjen PKH Kementan dibebankan sebesar Rp2 miliar," demikian bunyi BAP Nasrullah yang dibacakan kembali JPU.
Berdasarkan catatan Bisnis, fakta persidangan soal dugaan permintaan uang sebesar Rp12 miliar untuk opini WTP Kementan itu terkuak di persidangan SYL pekan lalu, Rabu (8/5/2024). Kesaksian itu disampaikan oleh Sesditjen PSP Kementan Hermanto.
Adapun jaksa KPK mendakwa SYL, Kasdi dan Hatta melakukan pemerasan terhadap pejabat dan direktorat di Kementan. Mereka didakwa menikmati uang hasil pemerasan sebesar Rp44,54 miliar selama periode 2020-2023.
Ketiganya juga didakwa menerima gratifikasi mencapai Rp40,64 miliar pada periode yang sama. Dakwaan gratifikasi itu merupakan dakwaan ketiga yang dilayangkan kepada SYL, Kasdi dan Hatta.