Bisnis.com, JAKARTA - Petinggi pesawat Airbus Japan Airlines melakukan "ojigi" atau membungkuk meminta maaf atas insiden kebakaran yang terjadi di Bandara Haneda pada Selasa (2/1/2024).
Pihaknya pun masih melakukan penyelidikan soal penyebab kecelakaan tersebut. Adapun bangkai pesawat masih berserakan di Bandara Haneda hingga saat ini.
Dalam keterangan resminya, pihak Airbus juga mengatakan bahwa setidaknya 5 dari 6 orang yang ada di pesawat DHC-8 tidak selamat.
Japan Airline pada keterangan resminya, juga akan memberikan bantuan teknis kepada Bureau d'Enquêtes et d'Analyses (BEA) Perancis dan kepada Japan Transport Safety Board (JTSB) yang bertanggung jawab atas penyelidikan.
"Untuk tujuan ini, Airbus saat ini mengirimkan tim spesialis untuk membantu pihak berwenang. Pembaruan lebih lanjut akan diberikan segera setelah informasi konsolidasi tersedia dan Airbus diberi wewenang untuk merilisnya. Kepedulian dan simpati kami sampaikan kepada keluarga, teman, dan orang-orang terkasih yang terkena dampak kecelakaan tersebut," ujar siaran resmi Japan Airlines.
Di sisi lain, pilot pesawat Japan Airlines mengaku tidak menyadari bahwa pesawat yang dibawanya terbakar.
Baca Juga
Ia kemudian baru menyadari bahwa pesawat dalam keadaan darurat setelah awak kabin meminta untuk membuka pintu darurat.
"Dari sembilan pramugari yang berada di pesawat, kepala pesawat melaporkan ke kokpit bahwa pesawat terbakar karena awak kabin memerlukan izin untuk membuka pintu darurat,” NHK melaporkan, dikutip dari AFP, Kamis (4/1/2024).
Saat melakukan evakusi terhadap 379 penumpang, awak kabin terus menggunakan megafon untuk memberikan instruksi kepada penumpang.
Butuh waktu 18 menit untuk mengevakuasi seluruh pesawat, dan pilot menjadi orang terakhir yang menginjakkan kaki di landasan pada pukul 18:05.
Proses pemadaman api terhadap pesawat yang terbakar itu setidaknya membutuhkan waktu sekitar delapan jam.
Kesaksian penumpang
Sejumlah penumpang selamat memberikan kesaksian detik-detik terjadinya tabrakan dan evakuasi, yang digambarkan oleh beberapa orang sebagai keajaiban.
Satoshi Yamake (59 tahun) sedang dalam perjalanan pulang ke ibu kota tempat dia bekerja di sektor telekomunikasi setelah mengunjungi kerabatnya di kampung halamannya.
Ketika roda pesawat tergelincir di landasan, pikirannya melayang ke pertemuan kembali dengan istrinya, Mika, sebelum dia terguncang oleh suara gemeretak dan dentuman, lalu menoleh untuk melihat mesin pesawat yang terbakar di luar jendelanya.
Kapten pesawat telah diberi izin untuk mendarat namun kemungkinan tidak dapat melihat pesawat patroli maritim Dash-8 buatan Bombardier yang lebih kecil di bawahnya, kata para eksekutif maskapai dalam sebuah konferensi pers larut malam.
Pihak berwenang mengatakan bahwa mereka sedang menyelidiki keadaan di balik kecelakaan tersebut, yang menurut para ahli penerbangan sangat tidak biasa.
Setelah menjadi masalah keselamatan yang berulang, industri penerbangan telah berhasil mengurangi secara drastis jumlah kecelakaan yang disebabkan oleh tabrakan di landasan pacu sejak hadirnya pelacakan dan prosedur yang lebih baik di darat.
Saat pesawat penumpang tergelincir dan berhenti, kapten pesawat Penjaga Pantai Genki Miyamoto menarik diri dari reruntuhan pesawat dan menghubungi pangkalannya melalui radio.
"Pesawat meledak di landasan pacu. Saya berhasil lolos. (Kondisi) awak pesawat lainnya tidak diketahui," katanya.
Miyamoto mengatakan, lima kru Penjaga Pantai lainnya, yang berusia antara 27 dan 56 tahun, meninggal dunia.
Tsubasa Sawada, seorang warga Tokyo yang baru saja kembali dari liburan di Sapporo bersama pacarnya mengatakan dirinya benar-benar mengira akan mati pada saat itu.
"Setelah kecelakaan itu terjadi, awalnya saya sedikit tertawa ketika melihat percikan api keluar (dari mesin), tetapi ketika api mulai menyala, saya menyadari bahwa itu lebih dari sekadar sesuatu," ungkapnya.
Para pramugari tampak mendesak penumpang untuk tetap tenang, dengan mengatakan "mohon kerja samanya", menurut video yang dibagikan kepada Reuters.