Bisnis.com, JAKARTA - 2023 menjadi tahun kelam bagi catatan kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pasalnya, pada tahun itu pemerintahannya mengukuhkan sejarah sebagai kabinet yang paling banyak tersandung kasus korupsi dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya.
Sepanjang 2023, sebanyak tiga orang menteri dan wakil menteri aktif di Kabinet Indonesia Maju tersangkut kasus korupsi. Mereka adalah mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo atau SYL dan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej.
Merujuk pada data yang dihimpun oleh Dataindonesia.id, hal tersebut menjadikan kabinet pemerintahan Jokowi yang paling banyak terjerat kasus rasuah. Sejak Presiden asal Solo itu disumpah pada 2014, sudah ada tujuh menteri-wakil menteri yang tersangkut kasus korupsi dari status tersangka hingga terpidana.
Jumlah anggota kabinet Jokowi yang dilabeli cap koruptor oleh penegak hukum masih lebih tinggi dari dua orang pendahulunya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tercatat memiliki lima orang menteri-wakil menteri yang tersangkut kasus korupsi, sedangkan tiga orang menteri di kabinet Presiden Megawati Soekarnoputri.
Sebelum 2023, empat orang menteri Jokowi sudah lebih dulu ditetapkan tersangka hingga mendekam di balik jeruji besi akibat korupsi. Pada periode pertama pemerintahan Jokowi atau Kabinet Kerja, dua orang menteri tersangkut kasus korupsi yakni mantan Menteri Sosial (Mensos) Idrus Marham dan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi.
Kemudian, pada periode kedua pemerintahannya, giliran mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo dan mantan Mensos Juliari Batubara.
Baca Juga
Keempat orang tersebut merupakan menteri Presiden Jokowi yang berasal dari partai politik (parpol). Dua orang menterinya yang juga tersangkut kasus korupsi pada 2023 juga berasal dari parpol.
Adapun ketiganya menteri-wakil menteri Kabinet Indonesia Maju pada 2023 ditetapkan tersangka pada kasus korupsi yang berbeda-beda. Kasus mereka menyangkut dengan kewenangan yang dimiliki di masing-masing kementerian. Ada yang tersangkut kasus suap dan gratifikasi, pemerasan hingga menyebabkan kerugian keuangan negara.
Kasus ketiganya juga ditangani oleh penegak hukum berbeda. Kasus Johnny Plate ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), sedangkan SYL dan Eddy Hiariej oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Berikut rincian kasus yang menjerat Johnny Plate, SYL dan Eddy Hiariej di 2023:
1. Johnny G. Plate
Mantan Menkominfo Kabinet Indonesia Maju itu resmi ditahan sebagai tersangka kasus korupsi proyek menara pemancar atau base transreceiver station (BTS) 4G pada Mei 2023. Johnny merupakan menteri dari Partai Nasdem pertama yang tersangkut kasus korupsi.
Johnnya saat ini sudah berstatus terdakwa dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara berdasarkan putusan pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Dia sebelumnya didakwa memperkaya diri sendiri dengan di antaranya meminta uang Rp500 juta sebanyak 20 kali dari terdakwa lain dalam kasus tersebut, Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan.
Selain dalam bentuk uang, mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Nasdem itu turut didakwa mendapatkan berbagai fasilitas dalam bentuk fasilitas bermain golf, untuk bantuan korban bencana, perjalanan ke luar negeri, dan lain-lain.
"Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu terdakwa Johnny Gerard Plate sebesar Rp17.848.308.000,00 [tujuh belas miliar delapan ratus empat puluh delapan juta tiga ratus delapan ribu rupiah]," jelas jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang perdana kasus BTS 4G di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat, Selasa (27/6/2023).
Adapun bersama-sama dengan para terdakwa maupun tersangka lainnya, JPU mendakwa Johnny ikut serta merugikan keuangan negara senilai Rp8 triliun.
2. Syahrul Yasin Limpo (SYL)
Syahrul Yasin Limpo atau SYL menyusul koleganya sesama anggota kabinet dan kader Partai Nasdem, Johnny Plate, menjadi tersangka kasus dugaan korupsi. Pada Oktober 2023, SYL resmi ditahan oleh penyidik KPK atas kasus dugaan pemerasan, gratifikasi hingga pencucian uang.
KPK bahkan mengendus bahwa adanya aliran uang hasil korupsi SYL ke Partai Nasdem.
"Selain itu sejauh ini ditemukan juga aliran penggunaan uang sebagaimana perintah SYL yang ditujukan untuk kepentingan Partai Nasdem dengan nilai miliaran rupiah dan KPK akan terus mendalami," terang Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pada konferensi pers, Jumat (13/10/2023).
Mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu diduga memungut hingga menerima setoran dari para pejabat di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) selama 2020 hingga 2023. Dia juga diduga memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan uang sebesar kisaran US$4.000 hingga US$10.000 dari lingkup eselon I Kementan, dirjen, kepala badan hingga sekretaris.
Sejauh ini, KPK menduga uang yang dinikmati SYL sejumlah sekitar Rp13,9 Miliar. Uang itu juga diduga dinikmati oleh dua tersangka lainnya, Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta. Penelusuran lebih mendalam masih terus dilakukan penyidik KPK.
Kasus itu pun semakin rumit ketika Polda Metro Jaya menduga Ketua KPK Firli Bahuri memeras SYL, dalam penanganan kasus tersebut. Firli pun ditetapkan tersangka, dan mengundurkan diri.
Atas hal tersebut, Presiden Jokowi pun memberhentikan Firli sebagai ketua merangkap anggota KPK efektif per akhir Desember 2023 lalu.
3. Eddy Hiariej
Wamenkumham Eddy Hiariej resmi diumumkan sebagai tersangka pada Desember 2023. Dia didugaa menerima suap pengurusan administrasi hukum umum di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) serta gratifikasi.
Eddy diduga menerima aliran dana sebesar Rp8 miliar dari Helmut Hermawan, pihak PT Citra Lampia Mandiri (CLM) yang bersengketa, guna di antaranya pengurusan administrasi hukum umum di Kemenkumham.
Dari total aliran dana yang diterima, Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) itu menerima sekitar Rp4 miliar untuk memberikan konsultasi terkait dengan administrasi hukum umum PT CLM.
Kemudian, dia juga diduga bersedia dan menjanjikan penghentian penyidikan perkara yang menjerat Helmut di Bareskrim Polri melalui SP3, dengan penyerahan uang sekitar Rp3 miliar.
Pemberian uang kepada Eddy dari Helmut lalu dilanjutkan dengan nilai Rp1 miliar untuk keperluan pribadi Guru Besar Hukum Pidana UGM itu, guna maju dalam pencalonan Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).
Adapun Eddy saat ini belum ditahan oleh KPK. Dia sebelumnya mengajukan gugatan praperadilan di PN Jakarta Selatan, namun akhirnya dicabut.