Bisnis.com, JAKARTA- Para pihak perlu bekerja sama, berkolaborasi untuk menggali sumber-sumber pendanaan untuk investasi hijau demi mendukung tercapainya target FOLU Net Sink 2030.
Demikian terungkap pada sesi diskusi panel bertajuk “Investing in Nature: Financing Mechanisms for Indonesia's FOLU Net Sink 2030” yang digelar di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP28 UNFCCC, Dubai, Selasa, 5 Desember 2023.
Hadir sebagai pembicara pada panel tersebut Director Sustainability & External Affairs APRIL Group Lucita Jasmin, Wakil Ketua Umum Kadin bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Silverius Oscar Unggul, Direktur Eksekutif Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID) Moekti H. Soejachmoen, dan Senior Investment Specialist Asian Development Bank Noor Ullah.
Lucita menjelaskan, dalam menerapkan pengelolaan hutan lestari dan mendukung pencapaian FOLU Net Sink, APRIL berkomitmen ‘No Deforestation’ untuk mendapat bahan baku kayu, menerapkan pengelolaan gambut yang bertanggung jawab, melakukan konservasi dan restorasi, menggandeng masyarakat, yang dilakukan dengan transparan melalui verifikasi yang ketat.
Kebijakan tersebut juga berlaku untuk bahan baku kayu yang berasal dari perusahaan mitra. "Semuanya dipantau dan dievaluasi melalui audit oleh pihak ketiga yang independen," kata Lucita, sebagaimana siaran pers, dikutip pada Selasa (12/12/2023).
Lebih lanjut dia menjelaskan, untuk mendukung kegiatan restorasi dan restorasi, APRIL melakukannya dengan pendekatan model produksi-proteksi. Artinya, areal produksi APRIL secara fisik memproteksi areal yang dikonservasi dan di restorasi, maupun secara finansial.
Baca Juga
APRIL memiliki komitmen, untuk setiap 1 hektare (ha) areal hutan tanaman untuk produksi kayu akan ada 1 ha areal yang dikonservasi. Saat ini komitmen tersebut sudah tercapai 80%, di mana dari 454.045 ha areal tanaman saat ini, sudah ada 361.231 ha hutan yang dikonservasi-restorasi.
Lucita menuturkan, APRIL memiliki sejumlah sumber pendanaan untuk kegiatan konservasi-restorasi tersebut. Pada awalnya, pendanaan berasal dari pemegang saham. Kini dengan pendekatan produksi-proteksi, maka pendanaan untuk kegiatan konservasi-restorasi berasal dari kegiatan produksi.
APRIL, kata Jasmin, memberlakukan 'pajak internal' untuk setiap ton kayu yang dimanfaatkan sebesar 1 dolar AS yang dialokasikan untuk konservasi dan restorasi. Sejak diterapkan pada tahun 2020, hingga kini dana yang terkumpul mencapai 47 juta dolar AS.
Sumber-sumber pendanaan lain adalah pinjaman hijau (Sustainability Linked Loan) dengan tiga indikator performa kunci, salah satunya investasi pada konservasi.
APRIL kata Jasmin masih terus menggali sumber-sumber pendanaan untuk mendukung aktivitas konservasi restorasi, termasuk dari pasar karbon yang akan dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat dan konservasi, serta opsi-opsi lain dari solusi berbasis sumber daya alam (Nature Based Solution).
Sementara itu, Moekti H Soejachmoen menuturkan salah satu tantangan untuk mendapat pembiayaan hijau adalah kurangnya kapasitas pelaku di tingkat tapak untuk mendapat pendanaan dari lembaga keuangan. Dia mendorong semua pelaku untuk bekerja sama dan berbagi pengalaman sehingga investasi hijau bisa disalurkan lebih banyak.
Silverius Oscar Unggul menuturkan, Kadin telah memiliki Regenerative Forest Business Sub Hub sebagai wadah bagi pelaku usaha kehutanan untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan mendapatkan pendanaan investasi hijau.