Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sjahrir dan Gibran 'Ojo Dibanding-bandingke'

Sjahrir dan Gibran lahir dari keluarga elite. Tetapi perjalanan politik Sjahrir sangat berliku, penuh konfrontasi hingga meninggal dalam pengasingan.
Rumah Bung Karno di Pegangsaan 56, Jakarta: Tempat Proklamasi RI berkumandang./sukarno-years.net
Rumah Bung Karno di Pegangsaan 56, Jakarta: Tempat Proklamasi RI berkumandang./sukarno-years.net

Bisnis.com, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyamakan Gibran Rakabuming Raka, putra Sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), dengan sosok Sutan Sjahrir. Alasannya karena usia mereka sama-sama muda. Sjahrir menjadi Perdana Menteri pertama Indonesia saat berusia 36 tahun.

Tetapi perjalanan karier politik Sjahrir dan Gibran jelas berbeda. Sjahrir memulai karier politiknya dari nol. Dia juga bukan seorang anak presiden. Tidak ada karpet merah buat Sjahrir. Perjuangan dan perebutan kekuasaan pada masa Sjahrir sangat ideologis serta dilalui dengan darah dan air mata.

Sjahrir memang berasal dari keluarga elite. Itulah sebabnya memiliki pendidikan yang layak dan kelak menjadi salah satu sosok penentu dalam masa-masa kritis menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia. Dia juga terlibat dalam perdebatan mewujudkan sebuah negara. Sjahrir bahkan berani berseberangan dengan Sukarno yang mendukung adanya negara persatuan.

Keberanian Sjahrir itu membuatnya dikenal dengan sebutan Bung Kecil. Kebalikan dari Sukarno, yang mendapat julukan Bung Besar. Dia juga merupakan pendiri Partai Sosialis Indonesia (PSI), partai yang menjadi tempat bernaung banyak intelektual, satu di antaranya adalah Sumitro Djojohadikusumo, begawan ekonomi sekaligus ayah Prabowo Subianto.

Sayangnya, nasib Syahrir pasca proklamasi kemerdekaan penuh tantangan. Tidak semulus karier politik Gibran. Dia pernah diculik oleh kelompok Persatuan Perjuangan yang dipimpin Tan Malaka di Solo. Akhir perjalanan Sjahrir juga bernasib tragis. Dia meninggal saat masih berstatus sebagai tahanan Bung Karno.

Salah satu episode menarik dari perjalanan perjuangan Sjahrir adalah perannya sebelum proklamasi dibacakan oleh Sukarno dan Mohammad Hatta pada 17 Agustus 1945.

Sjahrir dan Proklamasi

Syahdan, usai Jepang mulai kalah dalam perang Asia Timur Raya, berbagai lobi dilakukan oleh tokoh politik untuk mewujudkan gagasan Indonesia merdeka.

Ada sejumlah nama yang berperan dalam upaya lobi-lobi tersebut. Paling lazim, tokoh-tokoh yang cukup populer pada waktu itu adalah Sukarno dan Mohammad Hatta.

Dua orang ini sering disebut bapak bangsa. Peran mereka sangat sentral. Atas nama kedua orang ini pula kemerdekaan Indonesia diumumkan secara luas ke seluruh penjuru dunia. 

"Atas nama bangsa Indonesia, Sukarno-Hatta," demikian  kalimat penutup teks Proklamasi yang monumental itu.

Tetapi cerita lahirnya proklamasi sejatinya tak sesingkat dan sepadat pembacaan teks tersebut. Proses perumusan teks dipenuhi intrik dan peristiwa yang sangat dinamis.

Ada kisah tentang penculikan, perdebatan tentang kapan proklamasi diumumkan dan pertimbangan-petimbangan lainnya.

Sejarah mencatat, sebelum kemerdekaan diproklamirkan, ada dua kelompok yang saling bertentangan. Para sejarawan kemudian kompak membagi kelompok itu sebagai golongan tua dan golongan pemuda.

Golongan tua dimotori oleh Sukarno-Hatta serta anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Mereka umumnya adalah para elit politik yang bersikap kolaboratif selama pendudukan Jepang yang singkat.

Sementara golongan muda adalah kelompok pemuda yang terdiri dari beragam ideologi. Tokoh yang menonjol di golongan ini antara lain Chaerul Saleh, Sukarni, Jusuf Kunto, termasuk Wikana dan DN Aidit. Termasuk sosok Sjahrir.

Wikana adalah seorang menak Sunda, salah satu tokoh revolusi yang namanya terkubur akibat Peristiwa Madiun 1948. Sementara Aidit, dalam narasi umum sejarah Indonesia dia dicap sebagai pengkhianat pasca peristiwa 1965.

Kedua golongan ini sebenarnya memiliki pandangan yang sama terkait proklamasi. Indonesia harus merdeka. Proklamasi harus segera diumumkan. Hanya caranya agak berbeda.

Golongan tua cenderung menghindari konflik. Mereka tidak konfrontatif. Sukarno dan Hatta, misalnya, lebih menginginkan kemerdekaan diproklamasikan melalui jalur-jalur yang sudah ditentukan salah satunya lewat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI daripada berhadapan langsung dengan Jepang.

Sedangkan golongan muda punya pandangan sebaliknya. Pengumuman kemerdekaan harus cepat dilakukan. Mereka menganggap PPKI adalah lembaga bentukan Jepang.

Ada kisah menarik tentang PPKI sebelum konflik antara dua kubu itu mencuat. Kisah ini ditulis oleh ST Sularto dalam artikel Merdeka Sebelum Jagung Berbunga.

Pada tanggal 14 Agustus 1945 sekitar pukul 16.00 WIB, Sutan Sjahrir datang ke rumah Bung Hatta. Selain membawa kabar soal kekalahan Jepang, Sjahrir juga menanyakan hasil pertemuan Bung Karno dan Hatta Cs dengan Jenderal Terauchi.

Jenderal Terauchi adalah Panglima Tertinggi Jepang di Asia Tenggara. Pada tanggal 9 Agustus dia mengundang Sukarno Cs untuk bertandang ke Dalat, Vietnam. Pertemuan itu terkait dengan pemberian kemerdekaan kepada bangsa Indonesia.

Hatta sendiri menjawab dengan lugas pertanyaan Sjahrir . “Tergantung dari kita sendiri,” kata Hatta waktu itu.

Sjahrir segera menyergah pernyataan Hatta, menurutnya sebaiknya pengumuman kemerdekaan Indonesia jangan diserahkan kepada PPKI, karena ada kesan bahwa PPKI adalah bikinan Jepang.

Pernyataan Sjahrir itu sejalan dengan pola pikir pemuda yang tergabung dalam kelompok Menteng 31.

Kelak, hubungan panas dingin golongan tua-muda itu mencapai titik klimaks ketika peristiwa Rengasdengklok berlangsung. Penculikan tokoh golongan tua, yakni Sukarno dan Hatta, pada 16 Agustus 1945.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper